Sinopsis Film

Rekomendasi Film Lawas sampai Terbaru Berlatar Papua: Menampilkan Fakta dan Tradisi di Tanah Papua

Negeri berjuluk Surga Kecil ini memiliki pesona alam serta budaya  yang selalu memikat hati.

Editor: Milna Sari
net
Flyer film ORPA. 

TRIBUNSONG.COM, SORONG - Papua pulau paling timur di Indonesia merupakan daratan  luas kedua di dunia setelah Greenland.

Negeri berjuluk Surga Kecil ini memiliki pesona alam serta budaya  yang selalu memikat hati.

Di balik keindahan alam dan  kultur kehidupan manusia Bumi Cenderawasih, terdapat fakta serta  tradisi unik yang  menjadi daya tarik tersendiri.

Potret budaya hingga kehidupan masyarakat di Tanah Papua tersebut kemudian ada yang difilmkan bahkan menembus seleksi Oscar.

Banyak hal yang bisa dijadikan daya pikat dari sebuah film. Mulai dari jalan ceritnya, penokohan, hingga latar yang diambil.

Tanah papua menjadi sebuah daerah yang beberapa kali diangkat ke layar lebar.

Bagaimana tidak? Papua punya banyak spot kece sampai dengan budaya yang bikin suasana film makin greget.

Mulai dari gunung, bukit, padang, rumput,  laut, tarian, nyanyian, sampai kehidupan manusianya. Semua menyimpan nilai eksotis.

Nah, kira-kira film apa aja, nih yang syuting di Bumi Cenderawasih?

Berikut empat film berlatar Papua ini akan membawa kita tidak hanya melihat indahnya tradisi, pesona alam tapi juga membuat berlinang air mata.

1. Denias Senandung di Atas Awan (2006)

20230301_Film Denias
Flyer film Denias

Drama kehidupan dari Papua ini, bisa dibilang sebagai "keran pembuka"  yang mengangkat kisah nyata mimpi  seorang anak suku pedalaman bernama Janias yang berkeinginan mendapatkan pendidikan yang layak.

Film yang disutradarai oleh Jhon de Rantau ini berhasil masuk seleksi Piala Oscar 2008 kategori film asing.

Dibintangi Albert Fakdawer, seorang putra asal Biak, serta didukung Ari Sihasale, Nia Zulkarnaen, Michael Jakarimilena, Pevita Pearce, Audrey Papilya sampai Mathias Muchus, berhasil menyajikan cantiknya lembah pedalaman serta tradisi "potong jari" masyarakat dataran tinggi Papua.

Adegan berdurasi 110 menit ini menampilkan, sekolah pedalaman sederhana dengan murid tanpa seragam layaknya sebuah institusi pendidikan.

Pemahaman orang tua yang tertinggal akan pendidikan, sampai dengan tradisi-tardisi tertentu yang membatasi impian besar seorang anak dari balik awan, di atas tingginya “puncak salju” abadi di Papua.

2. Di Timur Matahari (2012)

20230301_Film Di Timur Matahari
Fleyer fil Di Timur Matahari.

Ari Sihasale sang sutradara, mengemas cerita ini secara apik tentang sebuah harapan akan kedamaian, pendidikan, dan kehidupan yang lebih baik.

Pendidikan menjadi akses bagi manusia untuk menciptakan  kedamaian serta kehidupan yang lebih baik.

Pedalaman Papua tak habis-habisnya dihadapkan pada kenyataan rendahnya akses pendidikan yang membuat.

Penantian murid di sana kepada sang guru bagaikan matahari pagi yang dirindukan kala malam.

Film “Di Timur Matahari” menyuguhkan kisah seorang anak bernama Mazmur bersama lima temannya yang setiap hari menantikan guru pengganti yang tak kunjung tiba selama enam bulan.

Mazmur, bocah kecil menjadi pemimpin mereka yang setiap hari hanya bernyanyi karena mereka tak memiliki guru.

Film yang diproduksi Aline Picture menampilkan Laura Basuki dan Lukman Sardi sebagai pemeran utama.

Film ini mengisahkan fakta pendidikan pedalaman Papua yang masih jauh dari kata layak.

Drama berdurasi satu jam 54 menit menyugguhkan, kisah impian anak desa dan tradisi "perang suku"  di daerah Pegunungan Papua ini, mampu mengguras air mata, tapi juga menpilkan lembah kaki Gunung Cartenz nan eksostis.

3. Boven Digoel (2017)

Flyer film Boven Digoel.
Flyer film Boven Digoel. (net)

Dokudrama Indonesia ini menceritakan seorang dokter asal Sangihe yang lahir dan dibesarkan di Papua.

Berbeda dari ke 2 film di atas, drama ini berkisah tentang akses kesehatan di daerah selatan.

Drama berkisah kehidupan masyarakat Korowai di pedalaman selatan Papua yang hidup dalam tradisi pengobatan tradisional ini menyajikan kebiasaan persalinan.

Prosesnya  dibantu orang pintar yang kemudian ditentang oleh sang dokter dan dilakukan operasi caesar menggunakan alat seadanya karena jarak ke kota yang sangat jauh.

Film berlatar tradisi Suku Korowai yang tinggal di Rumah pohon ini diperankan Jhosua Matulessy, rapper Indonesia yang menggambarkan sulitnya kehidupan pedalaman Papua.

Adegan berdasrakan pengalaman nyata dokter Jhon pada tahun 1990 ini apik menunjukan bagaimana menjalankan sumpah medis, tradisi kehidupan, panggilan melayani sampai dengan hidup rumah tangga.

“Boven Digoel,” sebuah fakta dan tragedi anak bangsa, antara hukum, etika dan moral.

4. ORPA (2022)

20230301_ORPA1
Cuplikan agedan ORPA.

ORPA mengangkat kisah budaya patriarki dan pernikahan anak di Papua.

Wamena menjadi lokasi syuting drama ini.

Seorang anak perempuan bernama Orpa, baru menyelesaikan pendidikan dasar lalu dipaksa menikah orang tuanya karena situasi ekonomi.

Bagi ayahnya, pendidikan bukan untuk masyarakat miskin seperti mereka, debab membiayai pendidikan Orpa hanya semakin menambahi beban hidup.

Kondisi ini mencerminkan realitas di Papua yang masih sarat pernikahan anak.

Per 2021, Wahana Visi Indonesia (WVI) mencatat 24,71 persen pernikahan di Papua terjadi pada anak di bawah 19 tahun, bahkan 10 tahun.

Selain menampilkan budaya patriarki dan pernikahan anak di Papua, “ORPA” turut menepis stereotip orang Papua yang masih dipotret buruk.

Itulah tadi empat sinopsis film kisah kehidupan di Tanah Papua yang menarik buat ditonton. (tribusorong.com/Misael Membilong)

Sumber: TribunSorong
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved