Tahun Baru Islam 1446 H

BEDA Tradisi Malam 1 Suro di Yogyakarta dan Solo, Apa Itu Ritual Topo Bisu dan Kirab Kebo Bule?

Berikut perbedaan perayaan malam 1 Suro di Yogyakarta dan Solo, masing-masing punya ciri khas tersendiri.

Editor: Intan
Tribunsolo.com/Andreas Chris
Lima kebo bule Kiai Slamet yang menjadi penunjuk jalan dalam kirab Malam 1 Suro saat berada di depan Kori Kamandungan Keraton Kasunanan Surakarta, Rabu (19/7/2023). Tahun 2024, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat kembali melaksanakan kirab malam 1 Suro. 

TRIBUNSORONG.COM - Berikut perbedaan perayaan malam 1 Suro di Yogyakarta dan Solo, masing-masing punya ciri khas tersendiri.

Malam satu Suro merupakan malam pertama pada bulan Suro dalam kalender Jawa.

Penanggalan satu Suro bertepatan dengan tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriah Islam.

Berdasarkan Kalender Hijriah 2024 yang dirilis Kementerian Agama (Kemenag), 1 Muharram bertepatan dengan Minggu, 7 Juli 2024.

Malam satu Suro jatuh pada malam hari setelah Maghrib di hari sebelum tanggal 1 Suro.

Ini berarti malam satu suro terjadi sehari sebelum 1 Muharram.

Baca juga: LENGKAP Bacaan Doa Akhir dan Awal Tahun Baru Islam 1446 H/2024, Tulisan Arab, Latin dan Artinya

Malam 1 Suro merupakan momen yang sarat dengan makna spiritual dan ritual tradisional.

Di Yogyakarta dan Solo, dua kota yang kaya akan budaya Jawa, perayaan Malam 1 Suro memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri.

Meskipun berasal dari akar tradisi yang sama, cara kedua kota ini merayakannya berbeda dalam beberapa aspek.

Perayaan Malam 1 Suro di Yogyakarta maupun Solo biasanya digelar pada malam hari saat Tahun Baru Islam atau 1 Muharram.

Pada tahun ini, Keraton Yogyakarta dan Keraton Kasunanan di Solo bakal menggelar perayaan Malam Suro pada Minggu (7/7/20024).

Meski begitu, perayaan Malam 1 Suro di Yogyakarta dan Solo berbeda walau keduanya merupakan wilayah pecahan Mataram Islam.

Mari intip lebih dalam dan temukan pesona masing-masing kota dalam merayakan malam yang penuh misteri dan keheningan ini.

Baca juga: 30 Link Twibbon Ucapan Selamat Tahun Baru Islam 1446 H/2024, Lengkap Cara Membuatnya

Tradisi Malam Satu Suro di Keraton Yogyakarta

20240707_Ritual Topo Bisu Lampah Mubeng Benteng.
Ritual Topo Bisu Lampah Mubeng Benteng.

Keraton Yogyakarta memiliki sebuah tradisi Malam 1 Suro yang sangat terkenal yaitu ritual Topo Bisu Lampah Mubeng Benteng.

Dilansir dari laman pariwisata.jogjakota.go.id, ritual Topo Bisu Lampah Mubeng Benteng pada Malam 1 Suro sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak zaman Sri Sultan Hamengku Buwono II.

Jarak yang ditempuh para peserta selama ritual topo bisu kurang lebih mencapai 4 kilometer.

Rangkaian tradisi ini diawali pelantunan tembang macapat oleh para abdi dalem yang dalam tiap kidung liriknya terselip doa-doa serta harapan.

Pelantunan macapat ini dilaksanakan di area Bangsal Pancaniti, Keben Keraton Yogyakarta.

Selama berjalan kaki, peserta tidak mengeluarkan sepatah katapun dan hanya diam dengan tatapan mata lurus ke depan.

Keheningan total selama perjalan adalah simbol perenungan diri atau tirakat sekaligus keprihatinan terhadap segala perbuatan selama setahun terakhir.

Ritual ini juga diikuti abdi dalem serta bregodo Keraton Yogyakarta, perwakilan dari masing-masing kabupaten/kota di DIY, dan juga masyarakat umum.

Para perwakilan membawa panji-panji (bendera) dari masing-masing kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Sleman, Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo dan Kota Yogyakarta.

Baca juga: 55 Pantun Tahun Baru Islam 1446 H/2024 Menyentuh Hati dan Penuh Harapan, Cocok Dibagikan di Medsos

Tradisi Malam Satu Suro di Keraton Surakarta

20240607_kirab kebo Bule Malam 1 Suro di solo.
Lima kebo bule Kiai Slamet yang menjadi penunjuk jalan dalam kirab Malam 1 Suro saat berada di depan Kori Kamandungan Keraton Kasunanan Surakarta, Rabu (19/7/2023). Tahun 2024, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat kembali melaksanakan kirab malam 1 Suro.

Keraton Surakarta juga memiliki tradisi malam satu suro yang dilaksanakan pada malam tanggal 1 Muharram.

Dilansir dari Kompas.com, Kirab Satu Suro di Keraton Surakarta merupakan tradisi turun temurun yang sudah berusia ratusan tahun.

Sejarah Kirab Satu Suro di Keraton Surakarta berasal pada masa pemerintahan Raja Pakubuwono X yang bertahta pada periode 1893 – 1939.

Pakubuwono X rutin berkeliling tembok Baluwarti setiap Selasa dan Jumat kliwon, berdasarkan penanggalan Jawa.

Rutinitas ini kemudian berubah menjadi sebuah tradisi yang terus dilestarikan oleh kerabat Keraton Solo hingga saat ini.

Acara Kirab Satu Suro di Keraton Surakarta ini juga identik dengan penggunaan kebo bule, sehingga kerap disebut dengan Kirab Kebo Bule.

Dilansir dari laman pariwisatasolo.surakarta.go.id, pada malam ritual tersebut, ribuan orang akan berpartisipasi,mulai dari Raja beserta keluarga dan kerabat, abdi dalem wilayah Solo Raya, dan masyarakat umum.

Semua peserta kirab menggunakan pakaian warna hitam, dimana peserta laki-laki menggunakan pakaian adat Jawa yang dikenal dengan busana jawi jangkep dan peserta wanita menggunakan kebaya berwarna hitam.

Tak ketinggalan juga Kebo Bule keturunan dari Kebo Kyai Slamet sebagai cucuk lampah kirab.

Pada pelaksanaan kirab, biasanya barisan kebo bule akan berjalan di depan beserta pawangnya.

Disusul barisan abdi dalem bersama putra-putri sinuhun dan juga para pembesar yang membawa sepuluh pusaka Keraton.

Selama prosesi kirab berlangsung, peserta kirab tidak mengucapkan satu patah kata, yang memiliki makna perenungan diri terhadap apa yang sudah dilakukan selama setahun kebelakang.

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul PERBEDAAN Tradisi Perayaan Malam 1 Suro di Yogyakarta dan Solo, Sama-sama di Jawa Kenapa Beda?

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved