Mahasiswa Papua Dukung Keputusan Menteri Nadiem Makarim Tak Wajibkan Skripsi
Melihat keputusan tersebut Plt Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sorong Zainudin Madamar menyambut baik keputusan tersebut.
Penulis: Ilma De Sabrini | Editor: Milna Sari
TRIBUNSORONG.COM, SORONG – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memutuskan skripsi bukan syarat wajib bagi mahasiswa untuk lulus.
Melihat keputusan tersebut Plt Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sorong Zainudin Madamar menyambut baik keputusan tersebut.
Menurutnya Langkah tersebut merupakan suatu terobosan, sehingga patut diapresiasi.
“Sebagai mahasiswa saya justru sepakat. Karena ini merupakan terobosan,” kata Plt Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sorong Zainudin kepada Tribunsorong.com melalui sambungan telepon, Kamis (31/8/2023).
Baca juga: Menteri Nadiem Makarim Sebut Mahasiswa Tak Wajib Skripsi, Ini Aturan Baru Kelulusan
Membaca keputusan menteri tersebut, menurutnya, memang sudah seharusnya suatu kurikulum Pendidikan tinggi mengikuti perkembangan zaman. Dia mengatakan hal itu bertujuan untuk menambah produktifitas di kalangan akademisi.
Dia berharap dengan diterapkannya keputusan Mendikbudristek tersebut di tiap program studi dapat meningkatkat karya ilmiah yang lahir, sehingga terciptanya inovasi baru.
“Kurikulum memang sudah seharusnya mengikuti perkembangan zaman. Kalau menurut saya lihat dari kacamata mahasiswa, ini merupakan suatu upaya peninglatan produktifitas (akademisi),” ucapnya.
Sebagai informasi, Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (Dikti). Dimana pada peraturan tersebut dikatakan bentuk selain skripsi yang dapat menjadi tolak ukur mahasiswa sudah mencapai atau memenuhi kompetensi pendidikannya selai skripsi adalah Satu prototipe atau proyek.
Satu dari alasan yang mendorong Nadiem Makarim tidak mewajibkan skripsi lantaran skripsi dinilai sudah tidak relevan untuk mahasiswa sarjana.
Meskipun demikian, pada akhirnya yang memutuskan bagaimana cara melihat mahasiswa memenuhi kompetensi kelulusan dikembalikan kepada kepala program studi (prodi) masing-masing kampus.
Dia menjelaskan setiap kepala prodi memiliki kemerdekaan menentukan bagaimana cara pihaknya mengukur standar capaian kelulusan.
(tribunsorong.com/ilma de sabrini)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.