Potret Fenomena Migrasi Penduduk di Papua dari Sorong: Kota Jasa dan Pendidikan

Penulis: Safwan
Editor: Milna Sari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penumpang Kapal Motor (KM) Tidar dari Kabupaten Manokwari turun di Pelabuhan Umum Sorong, Papua Barat Daya, Senin (8/5/2023).

TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Kota Sorong, tidak hanya merupakan pusat pemerintahan dan pelayanan publik di Provinsi Papua Barat Daya.

Meskipun berusia 23 tahun, Sorong kini bertumbuh menjadi kota jasa hingga pendidikan di wilayah timur Indonesia.

Dengan begitu, daerah dengan jumlah penduduk menembus 282.802 jiwa itu kini menjadi wilayah tujuan warga perantau yang migrasi di kawasan timur Indonesia.

Rata-rata, para perantau yang turun di Sorong dengan menggunakan moda transportasi Kapal Motor milik PT Pelni berasal dari Jawa, Sulawesi, Maluku hingga sejumlah daerah lain di tanah Papua.

"Kalau arus balik lebaran di pelabuhan Sorong, memang sampai sekarang masih terjadi lonjakan penumpang," ujar Kepala PT Pelni Cabang Sorong Nurul Azhar kepada TribunSorong.com di Sorong, Senin (8/5/2023).

Meski begitu, hingga kini pihaknya belum mengetahui jumlah pasti terkait dengan penumpang yang turun di Sorong.

Penumpang Kapal Motor (KM) Tidar dari Kabupaten Manokwari turun di Pelabuhan Umum Sorong, Papua Barat Daya, Senin (8/5/2023).

Pastinya, secara nasional terkait arus balik Idulfitri 2023, terkhusus jalur laut PT Pelni mencatat kenaikan sekira 25 persen.

"Kalau dibandingkan kemungkinan yang datang di Kota Sorong, Papua Barat Daya, diprediksi akan cukup," tuturnya.

Pasalnya, rata-rata para pemudik yang dari Kota Sorong, pastinya akan kembali dari daerah asalnya.

Bahkan pemudik 2023 kemarin diprediksi akan datang di Sorong dan membawa kerabatnya dari daerah asalnya.

Hanya saja, jika dipastikan melalui data penumpang yang turun di Sorong, pihaknya hingga kini belum bisa menyampaikan.

"Kemarin yang mudik itu 15 hingga 20 ribuan penumpang dari Sorong, namun kalau arus balik hanya diprediksi kenaikannya sekira 25 persen," jelasnya.

Selain itu, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Onesimus Assem menjelaskan, penduduk yang mendiami Kota Sorong hingga kini yakni 282.802 jiwa.

Puluhan warga melakukan pengurusan data kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Sorong, Papua Barat Daya, Senin (8/5/2023).

"Saya lihat fenomena orang yang ke Kota Sorong, Papua Barat Daya, dari tahun ke tahun cukup tinggi," ungkap Onesimus.

Rata-rata orang yang migrasi yang datang di Kota Sorong, bertujuan agar membuka bisnis, mencari kerja hingga pendidikan.

"Selain satang berbisnis dan melanjutkan pendidikan, rata-rata orang yang datang juga ingin mencari kerjaan," paparnya.

Apalagi, Ibu Kota Provinsi Papua Barat Daya, hingga kini lebih menonjol di sektor jasa seperti perdagangan, industri, pariwisata, hingga telekomunikasi.

Kedatangan para warga di luar Sorong, Papua Barat Daya kebanyakan memilih ke arah sana dan pastinya sudah didukung dengan skill hingga modal.

Warga yang masuk dalam migrasi di Sorong tercatat sekira 45 persen, sementara keluar sekira 50 persen.

Penumpang Kapal Motor (KM) Tidar dari Kabupaten Manokwari turun di Pelabuhan Umum Sorong, Papua Barat Daya, Senin (8/5/2023).

Kendati demikian, jika dibandingkan dengan  orang yang tidak tercatat dalam data dinas, diprediksi tersebut lebih banyak.

"Mereka yang datang di Sorong rata-rata sangat cepat membuka diri dan bisa berusaha di daerah ini," jelasnya.

Onesimus menambahkan, sejak ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Papua Barat Daya, persaingan di Sorong semakin ketat.

"Kita di Kota Sorong, Papua Barat Daya, ini bahkan daya tampungnya pun hingga kini sudah sangat terbatas," ungkapnya.

Sosio Historis

Tak hanya itu, Sosiolog Universitas Muhammadiyah Sorong Dr Bustamin Wahid menambahkan, arus migrasi di wilayah kepala burung pulau Papua, Kota Sorong, bukan menjadi hal yang baru.

"Perjalanan migrasi hingga proses diaspora di tanah Papua, sudah menjadi catatan sejarah mulai sejak abad 15, 16, 17 hingga abad 20 silam," jelasnya.

Migrasi dan perjumpaan antara orang Jawa, Sunda, hingga Maluku itu sudah berada di lingkaran bibir barat pulau Papua.

Sosiolog Universitas Muhammadiyah Sorong Dr Bustamin Wahid, Senin (8/5/2023).

Meski telah berlangsung cukup lama, Bustamin menjelaskan, migrasi pada zaman dulu di Papua motifnya adalah ekonomi dan ekspansi.

"Kalau dulu ada orang Jawa, Sulawesi hingga Maluku ke tanah Sorong membawa motif yakni ekonomi hingga pendidikan," ungkap pria asal Maluku Utara itu.

Dosen Ilmu Sosial Unamin Sorong itu menjelaskan, pada era kekinian fenomena migrasi di Sorong, motifnya telah berubah.

Dengan adanya daerah otonomi baru dan cerita masyarakat yang pulang kampung, membawa kabar baru agar merantau.

"Dari motifasi inilah membuka ruang pertarungan baru dimana anak kampung ke Sorong, bertarung di ruang itu," jelasnya.

Belakangan ini orang yang datang di Kota Sorong, motifnya adalah mencari kerja, bersekolah dan lain sebagainya.

"Bahkan yang datang ada yang membawa motif bekerja sembari melanjutkan pendidikan di Sorong," ungkapnya.

Bustamin menjelaskan, Kota Sorong, Papua Barat Daya, selama ini menjadi satu di antara daerah yang memiliki kekayaan minyak, laut dan eksploitasi huta.

Hanya saja, proses migrasi di Sorong dengan berbagai motif harusnya dibentuk dan dijaga agar tidak terjadi gesekan.

"Semakin banyak penduduk harusnya dijaga agar bisa memberikan ruang kepada pribumi supaya mendapatkan hak layak," pungkasnya.(tribunsorong.com/safwan)