Buntutnya, para pengikut meninggalkan gereja tersebut.
Saat berbicara kepada para pendeta di Biara Jeronimos di Lisbon, Paus Fransiskus mengatakan bahwa skandal pelecehan seksual telah "menodai" Gereja dan menyebabkan "kekecewaan dan kemarahan" para umat.
Skandal-skandal tersebut "mengajak kita untuk pemurnian yang rendah hati setiap waktu, dimulai dengan isak tangis pada korban, yang harus selalu diterima dan didengarkan," jelas Paus Fransiskus.
Ribuan kasus ditutupi secara sistematis
Tepat sebelum kedatangan Paus, para pendukung korban memasang papan reklame besar agar dapat meningkatkan kesadaran soal tingkat pelecehan gereja Katolik di Portugal.
Sebuah lembaga di Portugal mengeluarkan laporan enam bulan lalu dan mengungkap setidaknya ada 4.815 kasus pelecehan seksual anak yang dilakukan oleh pendeta sejak tahun 1950. Kebanyakan, korban berusia antara 10 dan 14 tahun. Dalam laporan itu juga diterangkan adanya upaya sistematis untuk menekan informasi ini dari dalam gereja, yang sebetulnya juga menjadi standar bagi sejumlah negara dengan kasus serupa yang tengah diselidiki.
"Bakal ada banyak anak muda dari seluruh dunia dan faktanya (kekerasan) ini ada di semua benua," kata Filipa Almeida, seorang korban pelecehan yang dilakukan oleh pendeta. Kepada Reuters, dia menyebut usianya 17 tahun saat itu. "Ini merupakan kesempatan yang sangat bagus bagi gereja untuk bertindak."
Kegiatan ini sebetulnya juga mendapat kecaman lantaran biayanya terbilang cukup tinggi untuk sebuah negara miskin di Eropa. Setidaknya 16.000 petugas dikerahkan, sejumlah jalanan, hingga stasiun kereta di kota yang berpenduduk 500 ribu orang ini ditutup.
Reuters juga melaporkan bahwa kelompok pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) beserta sejumlah partai politik telah menuduh pemerintah memindahkan para tunawisma dari jalanan. Namun, tudingan itu dibantah.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Paus Fransiskus kepada Pendeta: Terima dan Dengarkan Korban Pelecehan Seksual"