Penolakan Perkebunan Kelapa Sawit

Tolak Perkebunan Sawit di Tanah Malamoi Kabupaten Sorong, GMNI Beber Dampak dari Berbagai Aspek

Penulis: Taufik Nuhuyanan
Editor: Jariyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TOLAK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT - Ketua Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) menolak rencana investasi perkebunan kelapa sawit yang akan beroperasi di wilayah adat Moi, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, Rabu (4/6/2025).

TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) menolak rencana investasi perkebunan kelapa sawit yang akan beroperasi di wilayah adat Moi, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.

Ketua Bidang Organisasi DPP GMNI Yoel Finse Ulimpa mengatakan, masyarakat adat telah lama menolak keberadaan perkebunan kelapa sawit di Tanah Malamoi.

“Tanah Malamoi bukan tempat untuk eksploitasi. Ini tentang harga diri dan keberlangsungan hidup masyarakat adat kami,” ujarnya, Rabu (4/6/2025).

Baca juga: Konsesi Sawit Kepung Dusun Sagu, Pelaku UMKM Papua Barat Daya Terancam Gulung Tikar

Yoel menambahkan, penolakan terhadap perkebunan kelapa sawit bukan hal baru. 

Pada 2015 lalu, masyarakat telah menentang keberadaan PT MMP hingga berhasil mendorong pencabutan izinnya pada 2020, namun kini muncul ancaman dari perusahaan berbeda, yakni PT FSP.

“Kami sudah pernah menolak. Artinya, kami tegas menolak kelapa sawit. Jangan coba-coba merusak tanah kami dengan dalih pembangunan,” kata Yoel.

Ia mendesak Kementerian Pertanian, khususnya Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), serta Gubernur Papua Barat Daya agar segera meninjau ulang dan membatalkan seluruh proses perizinan terhadap PT FSP.

Yoel menjelaskan, penolakan terhadap perkebunan kelapa sawit bukan tanpa alasan, sebab operasional dalam skala besar sering kali membawa dampak serius, baik dari aspek lingkungan, sosial, maupun ekonomi.

Baca juga: Limbah Sawit Cemari Lingkungan di Klasof, HMI dan GMNI Desak Gubernur Papua Barat Daya Evaluasi

Dari sisi lingkungan, perkebunan sawit menyebabkan deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, hingga pencemaran air.

Kemudian sisi sosial, sering terjadi konflik lahan, pelanggaran hak asasi manusia, dan marginalisasi masyarakat adat.

Baca juga: Komeng dan DPD RI Kunker ke Papua Barat Daya, Selamatkan Hutan dari Gempuran Sawit & Tambang

Berikutnya dari sisi ekonomi, keberadaan perusahaan sawit mengancam mata pencaharian tradisional dan membuat petani kecil tidak mampu bersaing.

“Kami tidak anti investasi, tapi bukan berarti tanah kami bisa dibarter untuk investasi yang hanya menyisakan kerusakan dan penderitaan bagi masyarakat adat,” ucap Yoel.

GMNI berharap pemerintah pusat dan daerah lebih peka terhadap aspirasi rakyat dan menjaga kelestarian Tanah Papua dari ancaman eksploitasi. (tribunsorong.com/taufik nuhuyanan)