Hikmah Ramadan 2025

Merawat Kemabruran Puasa bagian 7: Lebih Banyak Diam

Nabi Zakaria juga pernah mengalami hal ini sebagaimana diungkapkan dalam Al-Qur'an surah Maryam. 

Editor: Jariyanto
FREEPIK
ISYARAT DIAM - Ilustrasi seorang perempuan memberi isyarat diam. Diam atau puasa bicara bukan pekerjaan mudah bagi orang normal, namun Allah SWT selalu mengingatkan kita agar hati-hati soal bicara. 

“Musibah itu terwakili melalui ucapan”.

“Sesungguhnya dosa yang paling banyak dilakukan oleh anak cucu Adam adalah pada lidahnya”.

“Barangsiapa yang banyak bicara, banyak juga kekeliruannya. Barangsiapa yang banyak kekeliruannya, banyak juga dosanya. Barangsiapa yang banyak dosanya, maka nerakalah yang paling tepat tempatnya”.

Baca juga: Merawat Kemabruran bagian 4: Hidup Ini Adalah Seni

Banyak lagi ayat dan hadis mengingatkan kita agar jangan mengumbar pembicaraan yang tidak perlu.

Kalangan sufi ada yang pernah mengatakan bahwa diam adalah keselamatan dan itulah yang esensial, sedang bicara adalah bukan esensial.

Orang-orang masih memperselisihkan, mana yang lebih utama antara diam dan bicara, namun yang lebih tepat adalah masing-masing antara diam dan bicara memiliki keutamaan dibandingkan dengan yang lain tergantung pada situasi dan kondisinya.

Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa bagian 3: Mengontrol Tabungan Sosial 

Diam lebih utama dilakukan pada situasi dan kondisi tertentu, dan pada situasi lain, justru bicara lebih utama, tergantung situasi dan kondisi tentunya, namun perlu juga diingat tidak selamanya diam itu pilihan terbaik.

Adakalanya seseorang harus dan wajib biara, terutama menyuarakan kebenaran, sebagaimana sabda Nabi: “Katakanlah kebenaran itu meskipun pahit”.

Basyar al-Hafi pernah mengatakan: “Jika suatu pembicaraan membuatmu terkagum-kagum, maka sebaiknya anda diam saja. Dan jika diam justru membuatmu terkagum-kagum, maka sebaiknya anda angkat bicara”.

Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa bagian 2: Dimulai dengan Niat yang luhur

Hal senada juga disampaikan Lukman kepada putranya: “Jika bicara itu adalah perak, maka diam adalah emas. Sesungguhnya aku menyesali atas suatu ucapan berulang-ulang, namun aku tidak menyesali diam sekali pun.

Abu Ali al-Daqqaq juga pernah berkomentar: “Barangsiapa diam dari kebenaran, maka dia adalah setan bisu”.

Dalam situasi lain, seseorang yang diminta untuk biara harus bicara, terutama jika pembiaraan itu mendatangkan maslahat dan mencegah mudharat. 

Bisa dicontohkan, jika seorang hamba berbicara mengenai sesuatu yang dapat menolongnya dan sesuatu yang mesti dia bicara, maka hal itu masih dikategorikan sebagai diam.

Baca juga: Hikmah Ramadan: Merawat Kemabruran Puasa bagian 1, Meneguhkan Visi Kehidupan

Konon, Abu Hamzah al-Baghdadi adalah seorang yang bagus bicaranya, lalu terdengar suara memanggilnya: “Engkau berbicara dan bicaramu bagus, sekarang tiggallah engkau diam sehingga engkau menjadi bagus.

Setelah itu, ia tidak pernah lagi bicara hingga wafatnya.

Halaman
123
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved