Hikmah Ramadan 2025

Merawat Kemabruran Puasa bagian 21: Dari Takut ke Takwa

Banyak bahasa Arab Al-Qur'an yang terpaksa diterjemahkan menggunakan kata aslinya, karena tidak dijumpai padanannya yang tepat.

Editor: Jariyanto
Freepik
SALAT - Ilustrasi salat. Mendirikan salat adalah kewajiban dan wujud ketakwaan umat Islam kepada Sang Pencipta Allah SWT. 

Oleh: Prof., Dr., K.H., Nasaruddin Umar, M.A. (Menteri Agama RI)

TRIBUNSORONG.COM - Bahasa Arab terkadang sulit dicari padanan terjemahannya di dalam bahasa Indonesia.

Banyak bahasa Arab Al-Qur'an yang terpaksa diterjemahkan menggunakan kata aslinya, karena tidak dijumpai padanannya yang tepat di dalam kamus bahasa Indonesia.

Satu di antaranya ialah kata takwa yang berasal dari akar kata waqa-yaqi berarti memelihara seseorang dari bahaya atau kesakitan, kemudian membentuk kata tawaqqa yang bisa diartikan dengan “takut”. 

Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa bagian 20: Dari Shabir ke Mashabir

Kata takwa tidak bisa diartikan dengan takut karena mungkin tingkat kebenarannya hanya 35 persen, terutama jika dihubungkan dengan Allah SWT.

Dalam firman Allah SWT disebutkan: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (Q.S. Ali ‘Imran/3:102).

Kata ittaqullah diartikan bertakwalah kepada Allah, tidak diterjemahkan takutlah kepada Allah.

Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa bagian 19: Dari Syukur ke Syakur  

Taqwa dalam bahasa Arab merupakan kombinasi antara rasa takut yang sangat kuat, rasa cinta yang sangat dalam, dan rasa segan yang amat tinggi.

Kalau diartikan takwa dengan takut maka unsur cinta dan segannya hilang, padahal itu juga merupakan unsur penting dalam takwa.

Ilustrasinya seperti anak kecil terhadap ibu dan bapaknya, seorang anak pasti sangat mencintai ibu dan bapaknya, tetapi pada sisi lain ia juga sangat takut dan segan terhadapnya.

Sang anak pasti sangat takut pada orang tuanya karena segalanya masih tergantung pada keduanya, namun sang anak juga sangat mencintai kedua arang tuanya karena dialah yang menjadi tumpuan cinta kasihnya.

Pada saat bersamaan juga ia sangat rekpek dan segan terhadapnya karena segala keperluannya masih disuplai oleh kedua orang tuanya. 

Tidak heran kalau dalam kitab-kitab tasawuf sering dikatakan bahwa latihan untuk takut, cinta, dan respek terhadap Allah SWT ialah takut, cinta, dan respek pada kedua orang tua.

Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa bagian 17: Dari Mukhlish ke Mukhlash

Sulit dibayangkan seseorang akan mencintai Tuhannya sementara orang tua yang secara visual memenuhi seluruh keperluannya tidak ia cintai.

Latihan mencintai Tuhan ialah mencintai orang tua.

Dalam Al-Qur’an disebutkan: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia" (Q.S. al-Isra’/17: 23).

Dalam ayat di atas ketaatan terhadap orang tua didempetkan dengan pengabdian kepada Allah SWT.

Ayat di atas seolah menafikan kebaikan terhadap Tuhan tanpa kebaikan kepada kedua orang tua.

Dalam hadis disebutkan: “Ridho Tuhan terletak pada ridho kedua orang tua”.

Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa bagian 14: Dari al-Taib Menuju al-Tawwab

Dengan kata lain, jika ingin melihat tersenyum atau sedih buatlah orangtuanya senang atau marah.

Kata bertakwa kepada Tuhan artinya takut, cinta, dan seganlah kepada Tuhan. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved