Hikmah Ramadan 2025

Merawat Kemabruran Puasa bagian 28: Dari Sufi Palsu ke Sufi Sejati

Di antara mereka mungkin ada yang memang betul-betul sufi sejati (shufi) dan ada juga yang mengaku-ngaku sufi atau sufi palsu (mutashawwif).

Editor: Jariyanto
FREEPIK
SUFI - Ilustrasi sosok muslim membaca buku kajian. Tanda-tanda sedehana sufi sejati biasanya tidak pernah mau memperkebalkan diri sebagai sufi, tidak mau mendeklarasikan ajarannya, tidak mau terpengaruh dengan materi, bahkan cenderung menghindari popularitas dan orang banyak. 

Oleh: Prof., Dr., K.H., Nasaruddin Umar, M.A. (Menteri Agama RI)

TRIBUNSORONG.COM - Kajian tasawuf kini sedang tren yang mana iba-tiba muncul banyak orang mengaku sufi dengan konotasi  bermacam-macam.

Di antara mereka mungkin ada yang memang betul-betul sufi sejati (shufi) dan ada juga yang mengaku-ngaku sufi atau sufi palsu (mutashawwif).

Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa bagian 27: Dari Wirid ke Warid

Sufi sejati telah melalui perjuangan dan  perjalanan spiritual panjang secara sistematis (mujahadah), sedangkan sufi palsu tidak pernah melalui perjalanan panjang dan berjuang keras untuk melewati tahapan (maqam). 

Antara sufi sejati dan sufi palsu sulit dibedakan oleh orang awam.

Kadang-kadang sufi sejati dianggap sufi palsu atau bukan sufi, karena penampilan fisik dan lahiriah tidak sesuai espektasinya.

Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa bagian 25: Dari Syariah ke Hakikat

Misalnya seseorang membayangkan sosok sufi menggunakan pakaian kebesaran khusus, didampingi para pengawal (mursyid), memiliki tarekat dan pengikut yang mamadaibesar, dan muru’ah-nya tinggi.

Sufi palsu terampil membaca ekspektasi jemaah, apa yang diharapkan jemaah dipenuhi dan yang tidak diinginkan disembunyikan sedemikian rupa.

Tanda-tanda sedehana sufi sejati biasanya tidak pernah mau memperkebalkan diri sebagai sufi, tidak mau mendeklarasikan ajarannya, tidak mau terpengaruh dengan materi, bahkan cenderung menghindari popularitas dan orang banyak.

Dia lebih banyak beramal dan bermujahadah ketimbang banyak berbicara dan berceramah di mana-mana.

Dia tidak terlalu suka diundang kemana-mana tetapi lebih senang tinggal menetap di tempat atau padepokannya bersama santri atau muridnya. 

Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa bagian 24: Dari Sugesti Setan ke Sugesti Malaikat

Dia berhati-hati bicara dan memberikan pengajaran kepada orang yang baru dikenalnya, tetapi murid-murid lama dan yang dikenalnya proaktif untuk membimbing, mendoakan, dan mengajarnya.

Sedangkan tanda-tanda sederhana sufi palsu ialah suka mengangkat diri sebagai pemimpin atau tokoh spiritual.

Selain itu suka mengumbar janji keberhasilan kepada jemaah dengan doa dan wirid, sering mencela ustaz atau tokoh spiritual lainnya, muru’ah-nya kurang, mencintai pujian dan popularitas, tidak bisa menyembunyikan kecintaannya terhadap materi dan dunia, bahkan hidupnya tergantung pada jemaahnya, gampang tersinggung dan marah.

Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa bagian 23: Dari Self-Love ke Selfishness

Dia juga cenderung membeda-bedakan kelas sosial-ekonomi jamaahnya, lebih respek dan lebih mudah memberikan pelayanan terhadap kelas masyarakat atas dan cenderung menyepelekan jamaah yang tidak berkelas.

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved