TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan alasan dibalik penetapan Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso sebagai tersangka pemberi suap kepada oknum perwakilan BPK Provinsi Papua Barat.
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkap awal mula kasus tersebut dalam konferensi pers, Selasa (14/11/2023) lalu.
Dia mengatakan mulanya satu di antara Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan surat tugas.
Surat tugas tersebut perihal melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang lingkup pemeriksaanya diluar keuangan dan pemeriksaan kinerja.
Baca juga: Kronologis Lengkap OTT Pj Bupati Sorong, Beserta Istilah Suapnya
Memang sudah sesuai undang-undang bahwa BPK RI berkewajiban melakukan pemeriksaan laporan keuangan diseluruh pemerintah daerah.
Pada surat tugas itu disebutkan ada tiga orang BPK yang masuk dalam tim PDTT.
Mereka adalah Patrice Lumumba Sihombing (Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat) selaku penanggung jawab, Abu Hanifa (Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat) selaku pengendali teknis, dan David Patasaung selaku Ketua Tim Peraksana.
Mereka ditugaskan melakukan pemeriksaan kepatuhan terkait belanja daerah tahun 2022 dan 2023 dalam Pemda Sorong dan instansi terkait di Aimas.
"Dari hasil temuan pemeriksaan PDTT di Provinsi Papua Barat Daya khususnya di Kabupaten Sorong diperoleh adanya beberapa laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan," kata Firli Bahuri melalui kanal YouTube KPK, Selasa (13/11/2023).
KPK menduga mulai dari adanya temuan itu terjalinlah komunikasi sekitar bulan Agustus 2023 antara Kepala BPKAD Kabupaten Sorong Efer Segidifat dan Staf BPKAD Kabupaten Sorong Maniel Syatfle dengan Abu Hanifa dan David Patasaung.
KPK menduga bahwa Kepala BPKAD Kabupaten Sorong Efer Segidifat dan Staf BPKAD Kabupaten Sorong Maniel Syatfle merupakan representasi dari Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso.
Adapun Abu Hanifa dan David Patasaung diduga sebagai representasi dari Patrice Lumumba Sihombing.
"Adapun rangkaian komunikasi tersebut di antaranya pemberian sejumlah uang agar temuan dari Tim Pemeriksa BPK menjadi tidak ada," ujar Firli.
Baca juga: Patrice Lumumba Sihombing Diciduk KPK, Total Kekayaan Kepala BPK Papua Barat Rp1,8 M, Ini Rinciannya
Dari hasil penyelidikan diduga bahwa penyerahan uang kepada oknum BPK dilakukan secara bertahap dan lokasi penyerahan itu berpindah-pindah di wilayah Sorong.
Satu di antara lokasi penyerahan itu terjadi di sebuah hotel di Sorong.
"Secara bergantian ES dan MS menyerahkan uang kepada AH dan DP," katanya.
Penyidik menduga setiap penyerahan uang kepada dua oknum BPK itu, Efer Segidifat dan Maniel Syatfle selalu melapor ke Yan Piet Mosso.
Setiap Abu Hanifa dan David Patasaung menerima uang, diduga mereka melaporkannya kepada Patrice Lumumba Sihombing (Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat).
Ada dugaan dalam penyerahan uang itu terdapat istilah yang disepakati dan dipahami oleh mereka yakni 'titipan'.
"Bukti permulaan awal, uang yang diserahkan YPM (Yan Piet Mosso) melalui ES dan MS pada PLS, AH, dan DP sejumlah sekitar Rp940 juta dan 1 buah jam tangan merek Rolex," ungkap Firli.
Baca juga: Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso Bantah KPK soal Dugaan Suap Rp1,8 Miliar
KPK menduga penerimaan awal Patrice Lumumba Sihombing dengan Abu Hanifa dan David Patasaung sekitar Rp1,8 miliar.
"Terkait besaran uang yang diberikan maupun yang diterima para Tersangka, Tim Penyidik masih terus melakukan penelusuran dan pendalaman lanjutan serta tentunya akan dikembangkan dalam penyidikan," kata Firli.
Dari rangkaian dugaan perbuatan tersebut KPK menetapkan enam tersangka.
Diduga sebagai pemberi:
- Yan Piet Mosso (Pj Bupati Sorong).
- Efer Segidifat (Kepala BPKAD Kabupaten Sorong).
- Maniel Syatfle (Staf BPKAD Kabupaten Sorong).
Diduga sebagai penerima :
- Patrice Lumumba Sihombing (Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat).
- Abu Hanifa (Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat).
- David Patasaung selaku Ketua Tim Peraksana.
Tersangka Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka Penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (tribunsorong.com/ilma de sabrini)