“Karena beliau merupakan pejuang dari Timor dan juga saya dengar beliau ini sedang berusaha diangkat oleh warga Timor untuk menjadi pahlawan nasional,” kata Garda kepada BBC News Indonesia.
Ia dan Davis menghabiskan waktu dua tahun untuk mengamati dan meneliti spesies Nesiophasma sobesonbaii, mulai dari telur hingga menetas menjadi nympha dan dewasa.
Garda menjelaskan bahwa yang membuat serangga ranting itu unik adalah ukurannya yang berbeda dengan serangga ranting lain, serta bentuk alat kelamin jantan yang berbeda dari lainnya.
“Sebelumnya memang dia sudah ada dari dulu, tapi belum ada yang memperhatikan dan belum ada yang mendeskripsikan dan mempublikasikannya agar diketahui oleh dunia internasional seperti itu sebetulnya,” ujar Garda.
Karena di Indonesia pun, sambungnya, belum ada ahli yang meneliti khusus tentang Phasmatodea alias serangga ranting. Sehingga, Garda dan Davis bekerja sama dengan peneliti serangga asal Jerman, Frank H. Hennemann.
Frank, yang memang berfokus pada penelitian serangga ranting, mengatakan bahwa penemuan spesies serangga ranting baru menunjukkan bahwa masih banyak spesies baru di luar sana yang belum terdokumentasi atau masuk cakupan dunia internasional.
“Penemuan spesies hewan yang sebelumnya tidak diketahui sangatlah penting bagi pengetahuan dan pemahaman kita tentang alam serta melindungi keanekaragaman hayati planet kita yang semakin terancam,” kata Frank dalam pesan surel kepada BBC News Indonesia.
Menurut Frank, alasan mengapa serangga ranting tersebut belum pernah ditemukan sebelumnya – meski cukup lumrah di tengah masyarakat lokal – adalah kurangnya pendataan serangga ranting di wilayah Timor dan tidak adanya ahli yang meneliti khusus di bidang taksonomi serangga ranting.
“Hanya sedikit sekali pengumpulan serangga ranting yang dilakukan di Pulau Timor. Sejauh ini hanya satu spesies raksasa lainnya (Euricnema versirubra yang terkenal berwarna-warni dan bersayap) yang diketahui berasal dari Timor,” ujar Frank.
Dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia, Frank berharap akan ada lebih banyak penelitian dan dokumentasi yang dilakukan, khususnya di daerah Nusa Tenggara Timur.
Penelitian dan dokumentasi serangga di Indonesia Timur masih sangat kurang
Davis mengatakan penelitian dan pendokumentasian spesies serangga, khususnya di daerah NTT, sangat kurang. Kalaupun ada yang datang untuk meneliti, mereka biasanya berasal dari luar negeri atau Jawa.
“Orang kita sendiri kurang peka dengan kekayaan alam yang ada di sekitar kita. Mereka anggap 'ah ini mah apa, hewan biasa. tidak penting.' Padahal sangat banyak spesies baru di NTT yang belum pernah didokumentasikan sebelumnya,” ujar Davis.
“Mereka sudah didoktrin dari kecil oleh orangtua mereka, kalau serangga ranting ini bisa menyebabkan kematian. Padahal sebenarnya tidak.”
Peneliti dan pemerhati serangga, Garda Bagus Damastra, mengatakan dokumentasi untuk serangga ranting memang sangat kurang jika dibandingkan dengan jenis serangga yang lebih populer seperti capung atau kupu-kupu.
“Karena tidak ada ahli yang spesialis di bidang tersebut dari pemerintah kita dan untuk di bidang serangga sendiri, phasmatodeanya ini kurang banyak peminatnya jadi kurang sekalipun pendokumentasiannya,” kata Garda.