Di luar prestasi luar biasa di lapangan, Kluivert juga pernah menjadi korban rasisme saat bermain di Inggris.
Dalam pengakuannya, ia menjelaskan bahwa ia pernah menjadi sasaran ejekan rasial selama bermain di Premier League.
"Saat anda membawa bola, mereka biasanya membuat suara menyerupai monyet atau sejenisnya. Namun saya memilih untuk tidak menanggapinya. Meski begitu, hal itu tetaplah terdengar menyakitkan," ujar Kluivert kepada Goal.com.
Kluivert menyadari bahwa reaksi terhadap aksi rasialis justru bisa memberikan dampak yang lebih besar.
"Selama pemain tak bereaksi dan memberikan perhatian kepada pelaku rasialis, itu tak akan efektif," ujarnya.
Kluivert pun mengajak semua pihak untuk bersama-sama memerangi rasialisme dalam sepak bola.
Baginya, hanya orang yang sangat bodoh, dengan pemikiran sempit dan hati yang keras, yang tega melakukan hal tersebut.
Kontroversi Kehidupan Pribadi
Selain pengalamannya menghadapi rasisme, Kluivert juga dikenal karena sebuah insiden yang hampir menghancurkan kariernya pada tahun 1995.
Ketika itu, Kluivert yang masih berusia 19 tahun, menabrak mobil seorang sutradara teater Belanda, Martin Putnam, yang akhirnya meninggal dunia akibat kecelakaan tersebut.
Kluivert, yang tengah mengemudikan mobil BMW M3 milik temannya dengan kecepatan 104 km/jam di zona perumahan yang seharusnya dibatasi hanya 50 km/jam, terlibat dalam kecelakaan yang sangat tragis.
"Satu menit saya menjadi idola publik, pahlawan sepak bola Belanda. Dan menit berikutnya mereka membantai saya karena apa yang telah saya lakukan," kata Kluivert mengenang kecaman yang datang setelah kejadian itu.
Meskipun ia tidak dijatuhi sanksi hukum, Kluivert menerima kecaman keras dari masyarakat Belanda yang melihatnya sebagai pelaku kesalahan besar.
Dampak sosial yang ia terima sangat berat, hingga membuat Kluivert memutuskan untuk meninggalkan Ajax dan bergabung dengan AC Milan.
Meskipun kariernya terguncang, Kluivert tetap berhasil meraih sukses bersama Barcelona dan Newcastle United.