Sanggar Klafun Pertahankan Menganyam Noken di Kota Sorong
Hal itulah yang menjadi inspirasi Frida Klasin mendirikan sanggar belajar perempuan yang bernama Sanggar Klaufun.
Penulis: Misael Membilong | Editor: Milna Sari
TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Anyaman noken dari kulit kayu adalah satu kearifan lokal masyarakata Moi, Kota Sorong, Papua Barat Daya.
Dalam tatanan hidup Suku Moi, noken memiliki sebuah filosofi yaitu kehidupan.
Hal itulah yang menjadi inspirasi Frida Klasin mendirikan sanggar belajar perempuan yang bernama Sanggar Klaufun.
Baca juga: Rekomendasi Wisata di Papua: Liburan ke Desa Wisata Kampung Tobati Jayapura, Masuk Top 50 ADWI 2022
Perempuan berdarah Moi ini mengatakan sanggar tersebut adalah wadah yang didedikasi bagi perempuan Papua dalam pengembangan kearifan lokal.
"Mama punya kerinduan bahwa kearifan lokal ini tidak akan punah, sanggar ini mama didirikan melalui usaha swadaya," ucapnya saat di temui TribunSorong.com, Selasa (11/4/2023).
Baca juga: Kepala Kampung Nyaleg Hingga Terjerat Hukum, Ini Langkah Pemkab Maybrat
Baginya jika seorang perempuan telah dibekali dengan ilmu, maka harus disampaikan kepada generasi selanjutnya.
Mencintai budaya ujarnya harus ditanamkanpada diri perempuan.
Baca juga: Tenun Khas Moi Produksi Safira Osok Tembus Pasar Mancanegara, Dikirim ke Perancis hingga Afrika
Sanggar Klafun kini memiliki beberapa anggota di Kampung Suprauw.
Selain itu ada beberapa mitra perempuan asli Moi yang juga melestarikan budaya merajut noken.
Baca juga: Dari Keluarga Pas-pasan, Barbalina Osok Perempuan Moi Bergelar Doktor
Mama Fami, penganyam noken dan penenun kain asli Sorong menyampaikan hal senada.
Menurutnya profesinya kini adalah bukti kecintaannya kepada Tanah Moi.
Selain sebagai bagian dari pelestarian budaya ia juga menambahkan bahwa pekerjaan tersebut merupakan mata pencariannya sehari-hari.
Baca juga: Tokoh Malamoi Melkianus Osok Keluhkan Banjir di HUT ke-23 Kota Sorong
Melaui kegiatannya itu Mama Fami berhasil menghantarkan tiga anaknya sampai bergelar sarjana.
Melihat kondisi keluarganya yang pas-pasan, dengan suami yang sehari-hari bertani, Mama Fani bertekad untuk merubah nasib.
Melalui usahanya, ia nekad memasukkan anaknya di kampus kedokteran di Jayapura.
Baca juga: Tolak DOB, Masyarakat Adat Moi: Itu Hanya Gula-gula Politik Kaum Penguasa
"Biaya sekolah anak dari jual noken. Harganya dari Rp300 ribu sampai Rp500 ribu, tergantung ukuran," katanya.
Menarik, noken yang dibuat Mama Fani menyesuaikan permintaan sub suku di Papua Barat Daya.
"Seleranya berbeda-beda, orang Ayamaru, Teminabuan, Maybrat dan Moi, bentuk dan cara pakainya beda," sebutnya.(tribunsorong.com/misael membilong)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.