Sosok Hari Ini

Sosok Dokter Soedanto, 48 Tahun Layani Masyarakat Pedalaman Papua, Iklas Dibayar Sagu dan Kayu

Berhati malaikat, dokter Soedanto, mengabdikan dirinya selama 48 tahun di pedalaman Papua, dibayar sagu dan kayu.

|
Editor: Intan
Tribun-Papua.com/ Calvin
Dokter Seribu Rupiah, Fransiskus Xaverius Soedanto, saat diwawancarai di ruang prakteknya oleh Tribun-Papua.com di Jayapura, Papua. 

TRIBUNSORONG.COM - Berhati malaikat, dokter Soedanto, mengabdikan dirinya selama 48 tahun di pedalaman Papua, dibayar sagu dan kayu.

Sosok Fransiskus Xaverius Soedanto, akrab disapa Dokter Seribu Rupiah ini menunjukkan kesetiaan profesinya sebagai dokter.

Pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah ini berjalan masuk - keluar hutan dan rawa untuk mengecek kesehatan masyarakat dan satu kampung ke kampung.

Lantas seperti apa kisah perjuangan dokter Soedanto di Papua?

Baca juga: Sosok Tom Lembong, Mantan Menteri Jokowi Namanya Disebut Gibran Rakabuming 4 Kali, Lulusan Harvard

Perjalanannya dimulai setelah SK Gubernur keluar pada 1975 soal penerimaan tenaga kesehatan di Irian Jaya kala itu.

Disebut Dokter Seribu Rupia karena tiap kali merawat pasiennya, Soedanto memasang biaya yang sangat terjangkau.

Pada 2024 ini, genap sudah 48 tahun Soedanto melayani kesehatan masyarakat di Papua.

Ia tamat dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada pada 1975.

Elisabeth Tangkere bersama suaminya Dokter Seribu Rupiah, Fransiskus Xaverius Soedanto, saat ditemui Tribun-Papua.com di rumahnya, Selasa (1/2/2022)
Elisabeth Tangkere bersama suaminya Dokter Seribu Rupiah, Fransiskus Xaverius Soedanto, saat ditemui Tribun-Papua.com di rumahnya, Selasa (1/2/2022) (Tribunpapua.com)

Setelahnya, Soedanto mendaftar program Dokter Inpres dan dinyatakan lulus di tahun yang sama.

Soedanto muda mendapat penempatan di Asmat, Irian Jaya, atau sekarang dikenal Papua.

Baca juga: Sosok Anisha Rosnah, Dinikahi Pangeran Abdul Mateen Mahar Rp11,7 Juta, Owner Sejumlah Bisnis Ternama

"Begitu SK Gubernur keluar 1975, saya ke Asmat dan jadi dokter di rumah sakit peninggalan Belanda," tutur pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, itu.

Terhitung, 6 tahun Soedanto melayani masyarakat di Asmat.

Berjalan kaki masuk – keluar hutan dan rawa, Soedanto mengecek kesehatan masyarakat dari satu kampung ke kampung lainnya.

Bahkan, saat melalui luasnya hutan Asmat untuk menjangkau para pasien, Soedanto hanya mengkonsumsi makanan seadanya.

"Saya hanya makan sagu dan ikan, sebab tidak ada sayur di sana, karena daerahnya rawa," ujarnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved