Sumber Daya Alam Papua Barat Daya

Penebangan Kayu Besi di Papua Barat Daya Masih Masif, Ini Dampaknya Terhadap Alam dan Satwa

Maurits menduga bahwa penebangan kayu tersebut tidak mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku dan regulasi yang ada.

Penulis: Aldy Tamnge | Editor: Petrus Bolly Lamak
TRIBUNSORONG.COM/ALDY TAMNGE
Ngo Flora Fauna Papua Barat Daya, Indigeneous Community EMP and Spatial Planning Coordinator, Kristian Maurits Kafiar. 

TRIBUNSORONG.COM, AIMAS - Kristian Maurits Kafiar, Koordinator Program Masyarakat Adat, EMP, dan Perencanaan Tata Ruang dari Ngo Flora Fauna Papua Barat Daya menyatakan, bahwa penebangan kayu besi atau kayu merbau di Papua Barat Daya masih terjadi secara masif.

Baca juga: 4 Petak Ruko di SP II Kabupaten Sorong Terbakar, Warga dan Petugas Damkar Berjibaku Padamkan Api

Maurits menduga bahwa penebangan kayu tersebut tidak mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku dan regulasi yang ada.

Ia menyayangkan terus berlanjutnya aktivitas perburuan kayu besi secara tidak terkendali.

Baca juga: Anggota DPRD Kabupaten Sorong Serukan Koordinasi Cegah Peredaran Miras Ilegal

Dampak dari banyaknya penebangan kayu besi ini dirasakan oleh satwa mamalia di hutan-hutan Papua Barat Daya.

Termasuk burung-burung langka seperti kakatua hijau, kakatua hitam, Mino Papua, jagal Papua, nuri pelangi, nuri hitam, hengeng paro, latspit paro, perling kilap, hingga kakatu putih, dan masih banyak lagi.

"Satu pohon kayu besi yang ditebang bisa menghidupi sekitar 9-13 spesies burung, yang menjadikan pohon tersebut rumah bagi spesies tersebut. Sayangnya, banyak orang tidak melihat dampak besar ini," ungkap Maurits kepada TribunSorong.com, Rabu (8/1/2025).

Selain sebagai habitat satwa, lanjutnya, kayu besi juga menjadi tempat tumbuhnya berbagai jenis tanaman khas Papua, seperti anggrek Dendrobium sagin, Bulbophyllum wiratnoi, Crepidium incurvum, Calanthe bicalcarata, Platylepis constricta, Erythrodes papuana, dan Paphiopedilum papuanum, yang memiliki harga jual hingga Rp1,2 juta.

"Jika orang tidak menebang kayu, mereka bisa memperoleh lebih banyak uang dengan mengambil anggrek-anggrek tersebut, namun tentunya tetap harus mempertimbangkan keberadaan satwa di dalam ekosistem tersebut," katanya.

Baca juga: Kasus Laka Lantas di Kabupaten Sorong pada 2024 Turun Dibanding 2023, Pemicu Dominan Mengebut

Untuk mengatasi permasalahan ini, pihaknya telah melakukan berbagai upaya di beberapa kampung wisata di Papua Barat Daya, seperti Kampung Mega, Malasigi, dan Klalik.

Mereka berfokus pada penggunaan kayu yang sudah benar-benar mati, bukan masih hidup.

Baca juga: BLK Komunitas PC NU Kabupaten Sorong Gelar Pelatihan Pengolahan Hasil Pertanian

Selain itu, pihaknya juga membentuk Tim SMART Patrol bertugas menjaga kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati.

Tim ini telah berjalan sejak tahun 2018, bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan RI dan berbagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) seperti BKSDA.

Baca juga: PCNU Kabupaten Sorong Gelar Haul Ke-15 Gus Dur dan Muhasabah Akhir Tahun 2024, Usung 3 Agenda

Tim SMART Patrol menggunakan aplikasi SMART Patrol mencatat setiap temuan flora dan fauna selama patrol.

Serta untuk melindungi kawasan hutan dari ancaman perambahan ilegal, kebakaran, dan pelanggaran hukum lainnya, seperti penebangan pohon ilegal, penanaman sawit ilegal, dan pembukaan lahan baru. 

"Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat menjaga kelestarian alam Papua Barat Daya dan mencegah kerusakan ekosistem yang lebih besar," pungkas dia. (tribunsorong.com/aldy tamnge)

Sumber: TribunSorong
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved