Tambang vs Pariwisata di Raja Ampat

Jangan Wariskan Kerusakan untuk Anak Cucu Kita

DPP GMNI menyuarakan kekhawatiran mendalam terhadap aktivitas pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. 

ISTIMEWA
TOLAK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT - Ketua Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) menolak rencana investasi perkebunan kelapa sawit yang akan beroperasi di wilayah adat Moi, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, Rabu (4/6/2025). 

TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Gugusan pulau-pulau eksotis, laut biru nan jernih, dan terumbu karang yang memesona menjadikan Raja Ampat sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi. 

Namun, ancaman terhadap kelestarian kawasan ini semakin nyata seiring mencuatnya aktivitas pertambangan nikel di wilayah tersebut.

Baca juga: Perempuan Bangsa Papua Barat Daya Serukan Penghentian Aktivitas Tambang di Raja Ampat

Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) menyuarakan kekhawatiran mendalam terhadap aktivitas pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya

Mereka menilai pemerintah pusat tidak transparan dalam pengelolaan perizinan tambang di kawasan ini.

Baca juga: Paul Finsen: Tambang Ilegal di Raja Ampat Diduga Dibekingi Jenderal Kuat, Presiden Harus Bertindak

Ketua Bidang Organisasi DPP GMNI Yoel Finse Ulimpa secara tegas menyatakan penolakan terhadap segala bentuk perizinan tambang di Raja Ampat

Ia mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tidak mengeluarkan izin apa pun kepada perusahaan tambang yang berencana beroperasi di wilayah ini.

“Kami mendesak agar tidak ada izin baru, bahkan semua perusahaan tambang yang sudah atau belum beroperasi harus segera ditutup. Ini menyangkut keselamatan lingkungan dan masa depan Raja Ampat,” ujar Yoel kepada TribunSorong.com, Senin (9/6/2025).

Menurut Yoel, struktur geografis Raja Ampat yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan terpisah-pisah secara jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang secara tegas melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil.

Meskipun Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020) memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah pusat dalam urusan perizinan tambang, Yoel mengingatkan bahwa Papua memiliki keistimewaan melalui Undang-Undang Otonomi Khusus. 

Baca juga: Kabar Laut Raja Ampat Tercemar Tambang Nikel, Gubernur Papua Barat Daya Ungkap Hasil Cek Lokasi

Hal ini seharusnya menjadi dasar untuk lebih mengedepankan kearifan lokal dan perlindungan terhadap lingkungan hidup.

“Jika Raja Ampat terus diganggu oleh kepentingan kapitalis negara dan oligarki, maka tinggal cerita dongenglah yang akan kita wariskan. Bahwa pernah ada surga kecil di ujung timur Indonesia,” ucapnya.

Yoel juga mengingatkan bahwa tanda-tanda kerusakan lingkungan di Raja Ampat sudah mulai terlihat. 

Baca juga: 2 Agenda Menteri ESDM Bahlil ke Sorong dan Raja Ampat, Cek Implementasi Kebijakan Presiden Prabowo

Ia menegaskan bahwa tanpa langkah konkret untuk melindungi kawasan ini, generasi mendatang tidak akan lagi bisa menikmati keindahan Raja Ampat seperti yang kita rasakan saat ini.

“Apakah kita rela kekayaan alam kita dihabisi hanya demi kepentingan segelintir elite, atau kita akan menjaga warisan ini agar tetap lestari untuk anak cucu kita?” pungkasnya. (tribunsorong.com/taufik nuhuyanan)

Sumber: TribunSorong
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved