Tambang vs Pariwisata di Raja Ampat

KPK Telusuri Praktik Korupsi di Balik Eksplorasi Tambang Nikel Raja Ampat, Dugaan Reinkarnasi IUP

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti lemahnya pengawasan terhadap aktivitas tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. 

Penulis: Safwan | Editor: Petrus Bolly Lamak
TribunSorong
Koordinator Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wilayah Papua Barat Daya, Dian Patria. 

TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti lemahnya pengawasan terhadap aktivitas tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya

Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Satgas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Wilayah V KPK Dian Patria dalam paparannya, pada Jumat (13/6/2025).

Baca juga: Mabes Polri dan Polda Papua Barat Daya Kerahkan Tim Satgas ke Lokasi Tambang di Raja Ampat

Menurut Dian, sejumlah perusahaan tambang nikel telah lama beroperasi di Raja Ampat, namun aktivitas mereka seolah tertutup dari perhatian publik.

"Saya terus menerima pengaduan soal eksplorasi tambang nikel di Raja Ampat. Saat ini kami masih mengumpulkan data lapangan," ujar Dian saat menyampaikan materi dalam diskusi bersama Greenpeace.

Baca juga: Respons Bupati Raja Ampat Pascapencabutan IUP Tambang Nikel, 50 Pemuda Kehilangan Pekerjaan

Dian juga menyinggung adanya perubahan bentuk dan framing dalam pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP), termasuk di wilayah Raja Ampat

Ia menyebut adanya indikasi praktik reinkarnasi IUP, yakni pengajuan izin baru yang menggunakan jalur berbeda, namun merujuk pada entitas yang sama.

"Misalnya, awalnya masuk melalui Legal Opinion (LO) atau laporan hasil analisis lapangan dari Ombudsman, lalu tiba-tiba muncul sebagai IUP baru. Pulau Manuram misalnya, sebelumnya tidak pernah tercatat, tapi kini beroperasi di wilayah Raja Ampat," jelasnya.

Ia menegaskan, bahwa setiap pelanggaran administratif bisa mengarah pada tindak pidana korupsi, sehingga perlu kolaborasi antara lembaga penegak hukum, termasuk Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum).

"Di balik pelanggaran izin dan eksplorasi ilegal, ada potensi korupsi. Ini yang sedang kami telusuri bersama Gakkum," tegas Dian.

Baca juga: Gubernur Papua Barat Daya Janji Dorong Perdasus Lindungi Pulau Kecil di Raja Ampat

Dalam kunjungannya ke Raja Ampat, KPK juga menemukan ketimpangan dalam distribusi retribusi pariwisata

Dian mengungkapkan bahwa turis asing dikenai pungutan Rp700 ribu oleh pemerintah provinsi dan Rp700 ribu oleh pemerintah kabupaten. 

Baca juga: Izin Tambang Dicabut, Saatnya Raja Ampat Tata Ulang Ekonomi Berkelanjutan

Namun, dana tersebut tidak dirasakan langsung oleh masyarakat lokal.

"Saya melihat sendiri, masyarakat tidak merasakan manfaat langsung dari pungutan tersebut. Hal ini bisa memicu ketidakpuasan dan menimbulkan konflik sosial," kata Dian.

Dian menjelaskan, salah satu alasan munculnya demonstrasi tandingan di Raja Ampat belakangan ini adalah karena sebagian masyarakat merasa tidak mendapat manfaat dari sektor pariwisata

Mereka justru lebih mendukung keberadaan tambang yang dianggap memberikan dampak ekonomi langsung.

"Jika pemerintah mencabut IUP tanpa menyediakan solusi ekonomi bagi masyarakat, maka potensi konflik sosial akan meningkat," jelasnya.

Baca juga: Izin Tambang Dicabut, Saatnya Raja Ampat Tata Ulang Ekonomi Berkelanjutan

Kualitas nikel di Raja Ampat disebut-sebut memiliki kadar lebih tinggi dibanding wilayah lain seperti Sulawesi dan Maluku Utara. 

Hal ini membuat banyak investor tertarik untuk masuk, bahkan sebelum adanya regulasi khusus tentang royalti atas mineral ikutan seperti nikel.

"Informasinya, kandungan nikel di sini 10 kali lebih baik dibanding wilayah lain," ungkap Dian.

Keberadaan smelter yang direncanakan akan dibangun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong pun menjadi perhatian KPK

Dian khawatir proyek ini akan memicu maraknya aktivitas tambang ilegal serta kerusakan lingkungan yang lebih luas.

"Kalau smelter dibangun tanpa regulasi yang ketat, maka tambang ilegal akan tumbuh subur dan kerusakan alam tak terhindarkan," ujarnya.

Berdasarkan temuan KPK, saat ini terdapat 5,1 juta hektare kawasan hutan dan 390 ribu hektare pulau kecil yang telah dikapling untuk konsesi tambang.

Dian menilai, pencabutan empat IUP di Kabupaten Raja Ampat baru-baru ini adalah langkah awal penting yang harus terus didorong ke daerah lain guna melindungi sumber daya alam dan mencegah praktik korupsi.

"Momentum pencabutan IUP ini harus jadi pemicu agar daerah lain juga berani bersih-bersih izin tambang," tutupnya. (tribunsorong.com/safwan ashari)

Sumber: TribunSorong
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved