Tahun 1975, Sulianti berhenti sebagai Dirjen P4M dan menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Setelah pensiun pada 31 Desember 1978 menjadi staf ahli Menteri Kesehatan.
Penggagas Keluarga Berencana (KB)
Kecerdasan dan kecakapannya membuat Sulianti mendapatkan beasiswa UNICEF untuk memperdalam pengetahuan di bidang Kesehatan Masyarakat dan Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) di Inggris, Skandinavia, Amerika Serikat dan Malaysia.
Dirinya mendapat izin Administrasi Kesehatan Rakyat dari Universitas London.
Sekembalinya dari luar negeri, Sul membawa banyak gagasan mengenai kesehatan ibu dan anak. Terutama untuk pengendalian angka kelahiran melalui pendidikan seks dan gerakan Keluarga Berencana (KB).
Dalam buku People, Population, and Policy in Indonesia (2004) karya H Hull, Sulianti meminta pemerintah untuk membuat keputusan yang mendukung penggunaan kontrasepsi demi kesehatan masyarakat.
Namun hal tersebt membuat geram beberapa tokoh, termasuk Muhammad Hatta yang saat itu sebagai Wakil Presiden.
Meski gagasan ekonominya maju, diskusi mengenai hal tersebut dianggap kurang tepat dan kurang wajar jika digunakan dalam komunikasi massa.
Bung Hatta meminta Sul tidak lagi mendiskusikan hal tersebut. Bahkan dirinya juga mendapat peringatan dari Menteri Kesehatan yang mendapat teguran dar Presiden Sukarno.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Sukarno tidak serta merta menolak, hanya saja dirinya cukup berhati-hati di tengah ketegangan politik mengenai pelanggaran moral atas KB.
Mulai saat itu, Sulianti bekerja dengan perlahan dan hati-hati, sehingga banyak Yayasan Kesejahteraan Keluarga berdiri untuk membuka akses pengaturan kehamilan serta kesehatan ibu dan anak.
Anggota WHO
Keluarga Berencana yang dipelopori Sulianti akhirnya mendapat tempat pada masa Orde Baru dengan Program Keluarga Berencana.
Dedikasinya dalam kesehatan sampai ke WHO. Sulianti diangkat menjadi anggota badan eksekutif dan Ketua Health Assembly (Majelis Kesehtan) yang berhak menetapkan dirjen WHO.