TRIBUNSORONG.COM, WAISAI - Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Papua Barat Daya Abdul Faris Umlati mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan sistem pemilihan umum (pemilu).
MK tetap memutuskan agar penyelenggaraan Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 tetap menjalankan sistem proporsional terbuka.
Baca juga: Belum Diinstruksi Pusat, Demokrat Kabupaten Sorong Siap Menangkan Anies Baswedan
Menurut Abdul Faris Umlati saat ini Indonesia berada di alam demokrasi yang bebas, sehingga sistem proporsional terbuka merupakan kemajuan berdemokrasi.
"Kita saat ini ada dalam kebebasan berdemokrasi, jadi sudah tepat jika MK memutuskan menggunakan sistem proporsional terbuka dalam berdemokrasi di Tanah Air," katanya Kamis (15/6/2023).
Ia menambahkan, keputusan MK memberikan kepuasan kepada para calon anggota legislatif di yang akan bertarung pada pesta demokrasi pada 2024 mendatang.
Dilansir dari Kompas.com, MK tidak mengabulkan gugatan mengenai penggantian sistem pileg sebagaimana dimohonkan dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022.
Baca juga: Profil dan Biografi Bupati Raja Ampat Abdul Faris Umlati: Pernah Jadi Ketua HIPMI Kabupaten
Dengan ini, pileg yang diterapkan di Indonesia, sejauh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah, tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004.
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman didampingi tujuh hakim konstitusi lain (minus Wahiduddin Adams), dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (15/6/2023).
Mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menggugat sejumlah pasal di UU Pemilu yang bertumpu pada Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon terbuka.
Baca juga: Menyoal Kebutuhan Logistik Pemilu 2024, KPU Papua Barat Daya Gelar Rapat Koordinasi
Lewat gugatan tersebut, enam pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai NasDem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Adapun Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi, “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”.
Baca juga: Pertemuan KPU Papua Barat Daya dengan Pj Gubernur, Dukung Pemilu dan Pemilukada 2024
Para pemohon berpendapat, sistem pemilu proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi.
Sebab, Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 UUD 1945 menerangkan bahwa anggota DPR dan DPRD dipilih dalam pemilu, di mana pesertanya adalah partai politik.
Sementara itu, dengan sistem pemilu terbuka, pemohon berpandangan, peran parpol menjadi terdistorsi dan dikesampingkan.
Baca juga: Siapakah Nama Cawapres Anies Baswedan di Pemilu 2023 Mendatang? Benarkah Peluang Besar bagi AHY?
Sebab, calon anggota legislatif terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak, bukan yang ditentukan oleh partai politik.
Para pemohon yang berniat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada pemilu pun merasa dirugikan dengan sistem pemilu proporsional terbuka.
"Sistem tersebut dinilai menimbulkan persaingan yang tidak sehat yang menitikberatkan pada aspek popularitas dan kekuatan modal calon anggota legislatif, sehingga, kader partai yang memiliki pengalaman berpartai dan berkualitas kalah bersaing dengan calon yang hanya bermodal uang dan popularitas semata,” demikian argumen para pemohon dikutip dari dokumen permohonan uji materi.
“Apabila sistem proporsional tertutup diterapkan, maka kader-kader yang sudah berpengalaman di kepartaian memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota DPR dan DPRD meskipun tidak memiliki kekuatan modal dan popularitas,” lanjut pemohon.
Sorotan terhadap perkara ini mulai mencuat ketika Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pada 29 Desember 2020 mengomentari adanya gugatan ini.
Belakangan ditafsirkan para elite politik sebagai bentuk dukungan KPU RI atas pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon tertutup.
Hasyim pun disanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akibat komentar ini.
Baca juga: Rapat Koordinasi Penyelenggara Pemilu 2024, Pj Bupati Maybrat Ajak Hapus Status "Merah"
Setelahnya, ramai-ramai partai politik dan kadernya mengajukan diri sebagai pihak terkait.
Sedikitnya 17 pihak, mulai dari LSM, politikus, partai politik, dan perorangan, terdaftar sebagai pihak terkait dalam perkara ini.
Baca juga: TNI Bakal Bantu Awasi Pemilu di Sorong Selatan, Lakukan Pengawasan Terhadap Intimidasi Pihak Lain
Polemik timbul lagi setelah eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, mengeklaim mendapatkan informasi tepercaya bukan dari internal Mahkamah bahwa MK bakal memutuskan kembalinya sistem proporsional tertutup zaman Orde Baru.
Sementara itu, dari sisi tahapan pemilu, sejauh ini KPU RI telah melangsungkan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) sejak 1 Mei 2023 menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka. (tribusorong.com/willem oscar makatita)