Hubungan Diplomatik
Misa Perdana di Basilika St. Petrus Vatikan sepanjang 75 Tahun Hubungan Diplomatik RI-Takhta Suci
Sebagai bentuk peringatakan terhadap hubungan kedua negara digelar Misa Syukur di Basilika St. Petrus, Vatikan, Roma, Italia.
TRIBUNSORONG.CON, VATIKAN - Hubungan diplomatik antara Republik Indonesia dan Takhta Suci berjalan selama 75 tahun.
Sebagai bentuk peringatan terhadap hubungan kedua negara, digelar Misa Syukur di Basilika St. Petrus, Vatikan, Roma, Italia.
Misa pertama kalinya sepanjang terjalinnya hubungan diplomatik ini Dipimpin Secretary of State Holy See of His Holiness, Kardinal Pietro Parolin sebagai konselebran utama didampingi 50 imam, Selasa (30/9/2025) petang.
Baca juga: Paus Leo XIV Sambut 200 WNI dalam Audiensi Khusus di Istana Vatikan
Ibadah diikuti lebih dari 300 orang, baik anggota korps diplomatik negara sahabat yang diakreditasi di Takhta Suci, warga negara Indonesia baik itu biarawan maupun biarawati, hingga peziarah yang tengah berada di Roma.
Kardinal Parolin dalam khotbahnya memuji Indonesia yang memiliki ideologi Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Baca juga: Umat Katolik “Jangan Bolos” Doa Rosario Selama Bulan Oktober
Semangat itu sangat dekat dengan Kristianitas, yaitu prinsip kebaikan hati, prinsip keberpihakan pada kehidupan, prinsip kesejahteraan umum, prinsip subsidiaritas, prinsip solidaritas, prinsip hak-hak asasi manusia, prinsip penolakan terhadap kekerasan, dan prinsip persaudaraan semesta.
"Kami bangga dengan komunitas Katolik di Indonesia, sebab betul-betul Katolik dan betul-betul setia dengan Negara Indonesia," kata Kardinal Parolin.
Lanjutnya, Indonesia adalah Bangsa yang besar dan membanggakan, yang berani memerdekakan diri pada tahun 1945.
Baca juga: Aceh Bisa, Kenapa Papua Tidak? Pemuda Katolik Minta Prabowo Intervensi Sengketa Pulau di Raja Ampat
Itulah di anataranya lain yang mendorong Takhta Suci menjalin hubungan diplomatik secara resmi pada 13 Maret 1950.
Kardinal Parolin juga mengingatkan kembali kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia.
Paus yang sangat memuji Pancasila dan Bhinnieka Tunggal Ika itu, menyebut Indonesia, walau masih ada beberapa persoalan dan tantangan, bisa dianggap sebagai contoh bagaimana membangun hubungan antaragama.
"Selamat atas peringatan ulang tahun ke-75 hubungan diplomatik antara Indonesia dan Takhta Suci. Saya berharap, hubungan kedua negara terus berkembang dan berbuah banyak, bermanfaat bagi perdamaian dunia," kata Kardinal Parolin.
Duta Besar LBBP RI untuk Takhta Suci Mikhael Trias Kuncahyono berterima kasih kepada Takhta Suci pada atas pengakuan Kemerdekaan Indonesia pada 1947.
"Takhta Suci adalah negara pertama di Eropa yang mengakui Kemerdekaan Indonesia," ucapnya dikutip dari keterangan tertulis KBRI Takta Suci.
Mikhael menambahkan, pengakuan itu tidak hanya sebuah babak penting dalam sejarah kedua negara, tetapi simbol saling menghargai di antara kedua negara.
Baca juga: Penghargaan Martabat Kemanusiaan untuk Mendiang Paus Fransiskus dari GP Ansor Diterima di Vatikan
Hubungan itu terus tumbuh dan konstan, dibangun atas rasa saling menghormati, dialog, dan nilai-nilai kemanusiaan bersama.
Indonesia memandang posisi Takhta Suci yang menjalankan diplomasi kepausan, didasarkan pada prinsip moral dan kemanusiaan yang berakar pada tradisi Kristen dan teks-teks Katolik dan kepausan, saat ini sangat penting.
"Belakangan ini praktik diplomasi kerap kali meninggalkan prinsip-prinsip moral dan kemanusiaan untuk memburu national interest," kata Mkhael.
Seiring sejalan
Indonesia dan Vatikan memiliki banyak kesamaan pandangan, sikap, dan posisi terhadap isu-isu internasional, seperti perdamaian, HAM, hak-hak perempuan dan anak, lingkungan hidup, food security dan juga water security.
Sikap dan posisi kedua negara dalam isu, misalnya konflik Israel vs Palestina, sama dan jelas, mendukung two state solution.
Baca juga: Paus Leo XIV Sampaikan Sambutan kepada Staf Vatikan, Dihadiri 3.000 Umat
Baik bagi Indonesia maupun Vatikan, sikap tersebut adalah fundamental, sebagai penyelesaian yang adil dan masuk akal terhadap konflik yang hampir seabad itu.
Vatikan menyatakan harus ada "pengakuan yang adil terhadap hak-hak semua orang."
Indonesia pun yang berideologi Pancasila berpandangan sama.
Terhadap perang Ukraina vs Rusia, kedua negara terus mendorong dicarinya jalan damai untuk mengakhirinya.
Kedua negara juga senantiasa mendorong dilakukannya interfaith dialogue antar-umat beragama untuk membangun kesaling-pengertian, kesepahaman demi terciptanya perdamaian dunia.
Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Takhta Suci, yang sudah dimahkotai kunjungan apostolik tiga paus ke Indonesia, Paus Santo Paulus VI (1970), Paus Santo Yohanes Paulus II (1989), dan Paus Fransiskus (2024).
Baca juga: Pindah Paroki, Kirab Salib IYD Terus Berlanjut ke Gereja Santo Bernardus Malawele Sorong
Demikian juga empat presiden Indonesia ke Vatikan, antara lain Sukarno, Soeharto, Abdurrahman Wahid, dan Presiden Kelima Megawati Sukarnoputri.
Hubungan diplomatik kedua negara mendorong terciptanya kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat yang majemuk, kerukunan antar-umat beragama, dan penghargaan terhadap kehidupan politik yang bermartabat, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Indonesia dan Takhta Suci juga sangat peduli terhadap upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, mencegah perusakan lingkungan hidup sebab rusaknya lingkungan hidup akan menyebabkan bencana bagi dunia.
Jejak sejarah
Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Takhta Suci dimulai dengan pengakuan Takhta Suci terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia, tahun 1947.
Pengakuan itu diwujudkan oleh Paus Pius XII dengan menunjuk Uskup Agung Mgr Georged de Jonghe d'Ardojo sebagai Apostolic Delegate untuk Indonesia, 6 Juli 1947.
Baca juga: 190 Guru Katolik Ikut Pembinaan, Kakanwil Kemenag Papua Barat Ingatkan Peran Vital Era Robotik
Keputusan Takhta Suci tersebut, antara lain tidak lepas dari peran Uskup Agung Semarang Mgr Albertus Sugiyapranata Pr.
Uskup Sugiyapranata lah yang mendorong agar Takhta Suci segera mengakui kemerdekaan Indonesia karena kekuatan asing yang akan terus menjajah Indonesia dan terganggunya kerja-kerja misi kaum misionaris.
Hubungan resmi disahkan pada tahun 1950. Pada tanggal 16 Maret 1950, diumumkan bahwa "Yang Mulia telah berkenan mendirikan Apostolic Internunsiature di Indonesia Serikat, yang berkedudukan di Jakarta, dan pada saat yang sama mengangkat Yang Mulia Mgr George de Jonghe d'Ardoye, sebagai Internunsio Apostolik" (L'Osservatore Romano, 1950).
Baca juga: Orang Muda Katolik Garap Film "Berani Adalah Cahaya", Terinspirasi Romo Mangun
Pada 6 April 1950, Mgr d'Ardoye menyerahkan Surat Kepercayaan (Kredensial) kepada Presiden Sukarno.
Sebaliknya, pada tanggal 25 Mei 1950, Dubes Sukardjo Wirjopranoto, Utusan Luar Biasa dan Menteri Berkuasa Penuh Republik Indonesia Serikat, menyerahkan Surat Kepercayaan kepada Paus Pius XII.
Sejak saat itu, hubungan kedua negara terus berkembang dan meningkat hingga sekarang.
Peningkatan hubungan itu antara lain ditandai dengan semakin banyaknya biarawan dan biarawati Indonesia yang berkarya di Italia.
Saat ini, tercatat 1.818 biarawan dan biarawati studi dan berkarya di banyak bidang pelayanan. (*/tribunsorong.com)
Wakil Gubernur Papua Barat Daya Dorong Pendidikan Teknik Adaptif, Kunci Indonesia Emas 2045 |
![]() |
---|
Implementasi Satu Data Indonesia, Pemprov Papua Barat Daya Gelar Penginputan DDSD |
![]() |
---|
Forhati Papua Barat Daya Gelar Diskusi Soal Peran Perempuan untuk Indonesia Emas 2045 |
![]() |
---|
Angka Kemiskinan di Kota Sorong Tertinggi Keenam di Indonesia, BPS Ungkap Indikatornya |
![]() |
---|
Forum Satu Data Indonesia Kota Sorong, Anshar Karim: Ini Landasan Utama Pembangunan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.