Canangkan Kampung Moderasi Beragama di Sorong Selatan, Edith Dony Tamaela: Sering Konflik Sosial
Kepala Kesbangpol Sorong Selatan, Edith Dony Tamaela melakukan pengguntingan pita simbol pencanangan kampung moderasi beragama di Desa Hasil Jaya.
Penulis: Paulus Pulo | Editor: Rahman Hakim
TRIBUNSORONG.COM, TEMINABUAN - Bupati Sorong Selatan, Samsudin Anggiluli melalui Kepala Kesbangpol Sorong Selatan, Edith Dony Tamaela melakukan pengguntingan pita simbol pencanangan kampung moderasi beragama di Desa Hasil Jaya, Distrik Moswaren, Sorong Selatan, Papua Barat Daya, Kamis (27/7/2023).
Melalui kesempatan tersebut, Edith Dony Tamaela membawakan materi mengenai kampung moderasi beragama.
"Kampung moderasi beragama perlu dilakukan sebagai cara pandang kita dalam beragama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrim balik ekstrim kiri maupun ekstern kanan," katanya saat membawakan materi.
Dirinya melanjutkan, alasan mengapa penting adanya kehadiran kampung moderasi di Sorong Selatan, karena sering muncul konflik sosial bernuansa agama
"Alasan penting kampung moderasi agama, karena sering muncul konflik sosial bernuansa agama Selain itu adanya potensi yang mengakibatkan tindak kekerasan dan korban," ujarnya.
Baca juga: Penyebab Terjadinya Aksi Bakar Ban di Kantor KPU Sorong Selatan, Tak Terima Nama Anggota KPU Dicoret
Baca juga: Rangkuman Kerusuhan di Kantor KPU Kabupaten Sorong Selatan: Bakar Ban, Dilempar Batu hingga Panah

Baca juga: Warga Sorong Selatan Dapat Pelatihan Pengolahan Sagu
Baca juga: Warga Sorong Selatan Diminta Antusias Sambut Pemilu Serentak 2024
Selain itu, moderasi beragama tidak perlu di moderasi karena agama itu sendiri telah mengajarkan prinsip moderasi, keadilan dan keseimbangan.
"Jadi bukan agamanya yang harus di moderasi melainkan cara pandang dan sikap umat beragama dalam memahami dan menjalankan agamanya yang harus moderasi," tegasnya.
Ia juga menyinggung soal dampak yang terjadi apa bila tidak melakukan moderasi agama.
"Dampak positifnya menciptakan kehidupan agama yang rukun, harmoni dan damai. Selain itu juga menekankan keseimbangan dalam kehidupan pribadi, kelurahan, masyarakat maupun kehidupan secara keseluruhan, agar keberagaman yang ada dapat memunculkan rasa persatuan dan kesatuan," urainya.
Sementara dampak negatif muncul konflik terjadinya perpecahan ekstrim dalam praktik agama.
"Sedangan tantangan dalam kehidupan beragama berkembangnya cara pandang sikap dan praktek yang berlebihan dalam beragama atau bisa disebut aliran ekstrim. Berkembangnya klaim kebenaran dan pemaksaan kehendak atau tafsiran agama yg dipaksakan sehingga hal ini menimbulkan pemahaman yang salah mengakibatkan muncul kelompok radikal," bebernya.
(tribunsorong.com/Paulus Pulo)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.