Wamenkumham ke Sorong
Wamenkumham Sebut KUHP Baru Utamakan Sisi Kemanusiaan
Kunjungan itu untuk mensosialisasikan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang disahkan pada tanggal 6 Desember 2022.
Penulis: Petrus Bolly Lamak | Editor: Milna Sari
TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Wakil Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia (Wamenkumham RI) Edward Omar Sharif Hiariej berkunjung ke Kampus Victory, Kota Sorong, Papua Barat Daya Kamis (10/8/2023).
Kunjungan itu untuk mensosialisasikan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang disahkan pada tanggal 6 Desember 2022.
Edward Omar Sharif Hiariej bilang, KUHP Nasional yang disahkan pada tanggal 6 Desember 2022 itu lebih mengedepankan sisi kemanusiaan dalam penerapan hukum.
Baca juga: Kemenhuman Buka Peluang Teliti Klasifikasi Hukum Adat di Indonesia
"Kita berharap bahwa pendekatan hukum pidana kita lebih manisiawi, sehingga hukum pidana tidak lagi berorientasi pada hukum balas demdam tetapi bagaimana memanusiakan manusia," jelas Edward Omar Sharif Hiariej kepada TribunSorong.com.
Misi dari KUHP Nasional, kata dia, lebih mengedepankan demokratisasi, dekolonisasi, harmonisasi, konsolidasi dan modernisasi.
"Jadi keunggulan di dalam KUHP Nasional itu tidak lagi berorientasi pada kepastian hukum semata, tetapi lebih kepada kemanfaatan dan keadilan. Bahkan jika dalam menghadiri perkara ada pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan," ungkapnya.
Jelasnya bahwa, dalam konteks keadilan inilah diperkenalkan atau diakui keberadaan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Hukum yang hidup dalam masyarakat ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghidupkan pranata hukum adat yang sudah mati, tetapi mengakomodasi pranata hukum adat yang masih berlangsung sampai saat ini.
"Jika semua menjadi korban dari suatu kejahatan, maka yang ada di dalam benak yaitu agar pelakunya itu sesegera mungkin ditangkap, ditahan dan dihukum seberat-beratnya. Artinya kita semua masih mengedepankan hukum pidana sebagai sarana balas dendam," ungkap Wakil Menteri Hukum dan HAM.
KUHP nasional ini, kata dia, tidak lagi mengedepankan hukum pidana sebagai sarana balas dendam dan tidak lagi mengedepankan hukum pidana pada keadilan pembalasan. Tetapi telah merubah paradigma hukum pidana menjadi keadilan korektif, keadilan restorasi dan keadilan rehabilitatif.
"Janganlah berharap dengan KUHP baru ini lalu sedikit-sedikit orang di penjara, sudah tidak lagi,” tegas dia.
KUHP nasional yang baru disahkan menghindari pengenaan penjara dalam waktu singkat, karena di dalam KUHP nasional itu ada modifikasi alternatif pidana.
"Kalau ancaman pidana itu tidak lebih dari 5 tahun, maka hakim tidak boleh menjatuhkan pidana penjara, melainkan pidana pengawasan. Kemudian jika ancaman pidana tidak lebih dari 3 tahun, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana penjara melainkan pidana kerja sosial," beber Wamen.
Jadi, ketika ancaman tidak lebih dari lima tahun bisa dikenakan pidana pengawasan, kemudian ancaman tiga tahun bisa dikenakan pidana kerja sosial. Itu diatur secara ketat dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
"Artinya meskipun pidana penjara masih merupakan pidana pokok, tapi sedapat mungkin tidak dijatuhkan. Jadi ada pidana yang lebih ringan yaitu pidana pengawasan, pidana kerja sosial maupun pidana denda. Ini sekaligus menjawab tantangan bagi Kementerian Hukum dan HAM, untuk mengatasi over kapasitas di lembaga pemasyarakatan,” tegasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.