Deklarasi “Prabu”, Petrus Sebut Budiman Cuci Dosa Sejarah Prabowo Subianto
Aksi tak patut Budiman pun dinilai hanya menjadi pencuci dosa Sejarah masa lalu.
Penulis: Theresia M Esyah | Editor: Milna Sari
TRIBUNSORONG.COM, JAKARTA - Deklarasi organisasi relawan Prabowo Budiman Bersatu (“Prabu”) di Semarang, Jumat 18 Agustus 2023 lalu, menjadi bukti dukungan politik dukungan poltik Budiman Sudjiatmiko dan para pendukung organisasi tersebut kepada Prabowo Subianto.
Prabowo pernah terlibat dalam kasus penculikan aktivis 19998.
Dukungan Tersebut meneguhkan politik impunitas kepada calon presiden (capres) yang pernah terlibat dalam kejahatan HAM di masa lalu.
Aksi tak patut Budiman pun dinilai hanya menjadi pencuci dosa Sejarah masa lalu.
Baca juga: Prabowo Bagi-bagi Paket Bahan Kebutuhan Pokok untuk Warga Papua Barat Daya, Wujud Silaturahmi
“Deklarasi tersebut bukan hanya menunjukan Budiman menghianati kawan-kawan seperjuangannya, tetapi juga menghianati keluarga korban penculikan, lebih dalam lagi dia telah menhianati demokrasi dan nilai-nilai kemanusiaan. Manuver Budiman secara terang-terangan mendukung Prabwo adalah dukungan kepada penjahat HAM. Itu adalah Langkah politik yang ingin menhapus jejak hitam pelaku pelaku pelanggaran HAM, meneguhkan politik impunitas,” kata Petrus Haryanto di Jakarta Senin 21 Agustus 2023.
Petrus adalah mantan Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD), era ketika Budiman Sudjiatmiko menjadi ketua umum.
Petrus menolak retorika Budiman bahwa Langkah yang diambilnya tugas Sejarah.
Baca juga: Pengamat Politik Ujang Komarudin Sebut Angin Pilpres 2024 Bakal Merujuk ke Capres Prabowo Subianto
Prabowo dianggap Budiman sebagai pemimpin strategis yang mampu mengemban tugas untuk memajukan Indonesia, siap menghadapi tantangan kedepan, berhadapan dengan negara-negara barat.
“Itu pembenaran Budiman saja, untuk melegitimasi bahwa berangkulan dengan penculik adalah keharusan Sejarah. Itu bukti pragmatism Budiman supaya bisa mendapatkan sesuatu ketika Prabowo berkuasa padaha belum tentu juga Prabowo menang.” tegas petrus.
Mantan kawan satu sel Budiman di penjara LP Cipinang ini menilai Budiman tengah mepertontonkan politik oportunis,
“Mana yang lebih menguntungkan. Tetap di PDI perjuangan tetapi karir politiknya mandeg atau berpindah ke Prabowo yang digadang-gadang akan memenangi pertarungan pilpres? Budiman memilih meloncat ke mantan Pangkostrad yang dipecat di era habbie itu., walau mencederai idelismenya sendiri sebagai mantan aktivis. Bahkan dia telah mencoreng nama baik aktivis 98 secara keseluruhan,” sesal Petrus.
Menurut Petrus p, Prabwo Subianto tidak cukup hanya diberhentikan dari militer pada tahun 1998, karena terlibat kasus penculikan tetapi juga harus diproses sampai ke meja hijau. Apalagi masih ada 13 aktivis (empat diataranya merupakan kader PRD). Yang belum diketahui nasibnya.
“Seharusnya menjadi tugas Budiman dan kader PRD lainnya untuk menuntaskan hal ini. Masih ada hutang yang tetap harus dilunas. Bukannya malah dikubur dalam-dalam oleh Budiman Sidjiatmiko,” Kecam mantan narapidana poltik PRD yang mendekam selama 3,5 tahun di LP cipinang ini.
Petrus juga menapik anggapan Budiman bahwa Prabowo subianto telah berubah. Budiman disebut Ptrus memiliki pandang politik ngawur.
“Tidak benar juga Prabowo Subianto sudah berubah, seperti kata Budiman bahwa sekarang ada persamaan cara pandang Prabowo dan dirinya yang seorang mantan aktivis. Cara pandang Budiman ngawur. Prabowo belum mengalami perubahan dari watak lamanya. Sekarang ini hanya berubah taktiknya, seolah-olah dia memuja presiden Jokowi. Taktik ini tidak lain untuk memanipulasi persepsi publik, mengambil hati para pendukung Jokowi,” ungkap Petrus.
Menurut Petrus Track record Prabowo Subianto selam ini, justru membahayakan demokrasi.
Lima tahun lalu, ia menggandeng erat kelompok poltik islam garis keras.
Mereka melakukan politik SARA menebarkan, kepada kelompok lain yang tidak disukai bahkan menkafir-kafirkan kaum muslim lainya yang tidak sejalan.
Di masa itu, kampanye hitam dengan menyebarka kebohongan juga begitu massif terjadi di Tengah masyarakat.
“Itu adalah rekam jejak Prabowo, tidak hanya penculikan aktivis tetapi juga menghalalkan segala cara dalam meraih kekuasaanya,” ujar Petrus, yang juga mantan Sekjen Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID).
Petrus menegaskan, dengan dideklarasinya Relawan Prabu, Budiman sebagai bekas Ketua Umum PRD pertama it, justru telah memberi Pelajaran nilai-nilai poltik buruk kepada generasi sekarang.
“Sama saja Budiman ingin mempertontonkan kepada generasi Z bahwa aktivis adalah sebuah batu loncatan semata untuk meniti karir politik dalam meraih kekuasaan,walau itu ditempuh dengan menguburkan nilai-nilai yang diperjuangkan semasa menjadi aktivis,” katanya.
Kecaman senada juga disampaikan Wilson, mantan aktivis PRD yang pernah mendekam dalam satu sel di LP Cipinang Bersama Budiman. Wilson meyesalkan dalam deklarasi tersebut, Budiman sama sekali tidak menyebutkan soal penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, sebagai pondasi persatuan bangsa.
Wilson juga menyebutkan, dari Jawa Tengah tempat dideklarasikannya relawan “Prabu”, terdapat dua PRD yang menjadi korban penghilangan paksa, yakni penyair Wiji Thukul dan suyat. Bersama kawan-kawan lainnya, mereka masih hilang hingga sekarang.
“Ini ironis sekali, di Jawa Tengah juga ada dua aktivis PRD yang hilang diculik saat perjuangan reformasi 1998. Selama 25 tahun Budiman tidak pernah menjumpai keluarga korban penculikan yaitu Wiji Thukul dan suyat di Solo. Sekarang, dia malah bergabung dengan capres yang terlibat dalam kasus penculikan aktivis reformasi 1998,” kata Wilson yang juga anggota dewan Penasihat ikatan keluarga orang hilang Indonesia 9IKOHI).
Kedatangan Budiman di Jawa Tengah Jumat lalu utnuk memobilisasi dukungan politik kepada Prabowo menunjukan bahwa dia hendak melupakan pelanggaran HAM berat.
Wilson dan Petrus adalah aktivis PRD yang penah bersama Budiman membangun PRD hingga dibui oleh rezim orde baru. Keduanya Bersama dengan sejumlah mantan aktivis PRD yang tergabung dalam forum Rakyat Demokratik, pro korban penculikan, menggelar konferensi pers di kantor YLBHI Jakarta, 27 Juli 2023 lalu. Mereka mengecam Langkah yang diambil Budiman dan para pendukungnya kepada Prabowo tanpa mempersoalkan soal kasus pelanggaran HAM yang pernah dilakukan mantan Danjen kopasus tersebut.
FRD berpendapat, sebuah politik yang hendak memajukan kemanusiaan akan sulit diwujudkan bila negeri ini dipimpin oleh orang yang pernah terlibat pelanggaran HAM dimasa lalu. Jika belum ada pengadilan HAM baginya, justru berpotensi untuk mengulangi kesalahan yang sama.
Penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu bukankah didasari dendam, tapi agar kejadian yang sama tak terulang dimasa depan. “kita berhutang pada masa lalu untuk masa depan yang lebh baik. Forgive, but not Forget", demikian tegas Wilson.
(tribun Sorong.com/theresia m esyah)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.