Kisah Inspiratif
Kisah Perjuangan Risna Hasanuddin untuk Anak dan Perempuan Arfak
Keprihatinannya melihat anak-anak perempuan Arfak yang tidak memiliki akses pendidikan memantik tekadnya.
Penulis: Ismail Saleh | Editor: Petrus Bolly Lamak
TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Risna Hasanuddin penerima penghargaan SATU Indonesia Awards tahun 2015 membagikan kisah inspiratif perjuangannya mendampingi anak-anak dan perempuan di pedalaman Papua Barat.
Kisah tersebut ia sampaikan dalam acara bincang inspiratif bertema “Satukan Gerak, Terus Berdampak” yang digelar di Vega Prime Hotel and Convention, Kota Sorong, Senin (14/4/2025).
Baca juga: 16th SATU Indonesia Awards 2025 Sebarkan Inspirasi di Papua, Penjaringan Diawali dari Kota Sorong
Perempuan kelahiran Banda Neira dan lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura (Unpatti) ini memutuskan untuk menetap di Kampung Kobrey, Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, usai mengikuti program Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (PSK3).
Keprihatinannya melihat anak-anak perempuan Arfak yang tidak memiliki akses pendidikan memantik tekadnya.
Baca juga: Roadshow SATU Indonesia Awards 2025 Diharap Bisa Gaet Pemuda Percaya Diri dalam Berkarya
Pada September 2014, Risna pun mendirikan Rumah Cerdas Perempuan Arfak Papua Barat sebuah rumah belajar yang menjadi tempat harapan baru bagi perempuan dan anak-anak di sana.
“Selama 17 bulan tinggal di sana, saya melihat banyak anak perempuan hanya bermain tanpa arah, tanpa aktivitas belajar. Saya mulai bergerak bersama tokoh lokal, Ibu Yosina Saiba. Dari sinilah lahir rumah belajar ini,” ungkap Risna.
Di rumah belajar tersebut, Risna dan tim mengajarkan baca, tulis, hitung, serta memberikan pelatihan usaha kecil bagi para perempuan.
Kini, lebih dari 30 perempuan Arfak telah merasakan dampak nyata dari kegiatan itu.
Baca juga: SATU Indonesia Awards di Sorong, Stafsus Menkomdigi Raline Shah Ajak Pemuda Beraksi untuk Sosial
Dari yang awalnya tidak bisa menulis nama sendiri, kini mereka aktif dalam pelatihan dan kegiatan sosial.
“Saya ajarkan tanda tangan, karena banyak ibu-ibu masih menggunakan cap jempol. Saya juga bantu mereka belajar bahasa Indonesia, karena sebagian besar ibadah dan komunikasi masih menggunakan bahasa suku,” jelasnya.
Baca juga: 2 Rumah Papan di Kota Sorong Terbakar, Bocah 3 Tahun Nyaris jadi Korban
Tak hanya di bidang pendidikan, Risna kini juga aktif memperjuangkan keadilan iklim, khususnya bagi kelompok perempuan yang paling terdampak oleh kerusakan lingkungan.
Ia mendampingi komunitas perempuan di daerah Bahama dan Muari untuk melakukan restorasi sungai dan lingkungan.
“Ketika alam rusak, yang pertama kali merasakan dampaknya adalah perempuan. Mereka yang pertama berinteraksi dengan sumber daya alam setiap hari,” tegasnya.
Perjalanan Risna bukan tanpa rintangan. Ia harus menghadapi tantangan berat, termasuk menjadi penyintas kekerasan seksual dan mengalami kelelahan mental.
Namun, semangatnya tak padam. Baginya, setiap rintangan adalah bagian dari seni dalam perjuangan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.