TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Hasil verifikasi faktual keaslian Orang Asli Papua (OAP) terhadap Bakal Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya menuai gelombang protes.
Sebagaimana diketahui, Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD) telah merilis hasil verifikasi pada Jumat (6/9/2024) malam.
Baca juga: BREAKING NEWS: Keputusan MRPBD, Pasangan ARUS Tak Penuhi Syarat Keaslian OAP
Dari lima bakal paslon yang mendaftar di KPU Papua Barat Daya, satu pasangan dinyatakan bukan OAP, yakni Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw.
Poin yang tidak meloloskan bakal paslon yang disingkat ARUS tersebut karena genetik tidak berasal dari garis patrilineal (ayah) OAP, hanya dari silsilah ibu.
Baca juga: Kecewa soal Putusan MRPBD, LMA Malamoi Sebut Abdul Faris Umlati Keturunan Papua
Ketua Umum Lembaga Adat Perempuan Papua (Lapepa) Adoleina Kondologit pun ikut merespons keputusan tersebut.
"Saya prihatin atas keputusan itu, karena kita tahu dua anak ini (AFU dan Pit, red) jelas berasal dari rahim perempuan asli Papua," ujarnya kepada TribunSorong.com, Sabtu (7/9/2024).
Menurut Adoleina, cara pandang yang hanya mengakui anak Papua dari genetika laki-laki, merupakan sesuatu kegagalan dalam berpikir.
Baca juga: Massa Suku Maya Raja Ampat Gelar Aksi di Kantor KPU Papua Barat Daya, Ada Ritual Pecah Piring
Selama ini, generasi yang hidup di Tanah Papua sudah memaknai tanah adat sebagai ibu, sehingga semua hak harus setara.
"Harus disadari, kesetaraan bukan hanya dari laki-laki, sebab perempuan yang ikut melahirkan peradaban di Tanah Papua juga seharusnya punya hak sama," kata Adoleina.
"Pengakuan terhadap orang Papua harus juga dilihat dari aspek darah dan daging seorang perempuan OAP."
Adoleina menegaskan, secara UU Otsus Tahun 2021 juga telah menjelaskan terkait klaster orang Papua dan pengakuan adat.
AFU dan Pit juga sudah mendapatkan pengakuan dari sub suku dari keluarga ibu serta nenek mereka dari Papua.
Perempuan asal Raja Ampat itu meminta keterwakilan Pokja Perempuan di MRPBD agar bisa serius mengawal soal pemimpin yang lahir dari rahim perempuan Papua.
"Pokja perempuan harus aktif mengkritisi hak anak Papua yang dikandung," kata Adoleina.
Penjelasan MRPBD