Demo SPMB dan Sekolah Gratis

SPMB SMAN 3 Kota Sorong Diprotes Pedemo, Kepala Sekolah Jelaskan Mekanisme

Penulis: Ismail Saleh
Editor: Jariyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TANGGAPAN KEPALA SMAN 3 - Kepala SMAN 3 Kota Sorong Natali Lapik mengatakan, proses seleksi telah dilakukan sesuai regulasi, baik dari Kementerian Pendidikan maupun Peraturan Wali Kota Sorong. Ini menjawab protes pedemo mengenai Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025/2026, Senin (30/6/2025).

TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025/2026 di SMA Negeri 3 Kota Sorong menuai protes yang disuarakan dalam aksi unjuk rasa di kantor Wali Kota Sorong, Papua Barat Daya, Senin (30/6/2025). 

Kepala SMAN 3 Kota Sorong Natali Lapik mengatakan, proses seleksi telah dilakukan sesuai regulasi, baik dari Kementerian Pendidikan maupun Peraturan Wali Kota Sorong.

“Kami hanya menerima 460 siswa, karena jumlah rombongan belajar (rombel) sudah maksimal 36 kelas. Kalau ditambah, itu akan berdampak serius, termasuk tidak cairnya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan sertifikasi guru,” ujar Natali kepada TribunSorong.com.

Baca juga: Inilah 3 Poin Tuntutan Demo Protes SPMB dan Sekolah Gratis kepada Wali Kota Sorong

Menurutnya, keterbatasan daya tampung sekolah bukan karena kelalaian, tetapi merupakan konsekuensi dari aturan yang berlaku.

Ia juga menyebut sudah memberikan penjelasan kepada para orang tua calon siswa yang tidak diterima, sebelum adanya aksi.

“Saya sampaikan sekolah swasta juga menjadi alternatif, bahkan beberapa swasta baru minim murid, jadi bisa menjadi solusi,” kata Natali.

Baca juga: Didemo soal SPMB dan Program Sekolah Gratis , Begini Penegasan Wali Kota Sorong Septinus Lobat

Ia menegaskan, SMAN 3 tetap memberikan perhatian besar terhadap siswa Orang Asli Papua (OAP).

Komposisi penerimaan pun sudah mengakomodasi proporsi 60 persen OAP dan 40 persen non-OAP, serta kelonggaran nilai tertentu guna memastikan keberpihakan.

Mengenai anak yang tinggal dekat tapi tidak diterima, Natali menyebut sekarang sistemnya pakai jalur domisili, bukan zonasi seperti sebelumnya.

"Kalau zonasi, makin dekat rumah, makin besar peluang diterima. Domisili itu semua dalam radius tertentu punya peluang sama, dan seleksi dilakukan melalui tes tertulis,” kata Natali.

Ia menambahkan, jalur domisili memang sering menimbulkan persepsi salah, karena rumah dekat sekolah tidak otomatis menjamin kelulusan jika nilai tes rendah.

Baca juga: BREAKING NEWS: Puluhan Warga Demo di Kantor Wali Kota Sorong, Protes SPMB dan Program Sekolah Gratis

Kemudian ada muncul pertanyaan, ada calon siswa nilai 20 bisa lulus, itu karena mereka masuk lewat jalur mutasi ditambah kuotanya belum penuh.

"Jadi meskipun nilainya kecil, tetap diterima karena kursinya tersedia,” kata Natali.

Ia berharap masyarakat dapat memahami bahwa proses seleksi tidak bisa semata-mata dilihat dari lokasi rumah atau hubungan personal, tapi berdasarkan aturan resmi dan prinsip keadilan bagi semua peserta.

Baca juga: Dukung Sekolah Gratis di Papua Barat Daya: Robert: Bangun Manusia Dulu, Gedung Akan Hidup Sendiri

Natali memahami antusiasme masyarakat serta bersyukur bahwa sekolah-sekolah negeri masih jadi pilihan utama.

"Oleh karena itu, semua harus diatur secara bijak agar kualitas pendidikan tetap terjaga,” katanya. (tribunsorong.com/ismail saleh)