Konflik Sawit di Papua

Suku Moi dan Awyu Gugat Pemprov Papua, Mengadu ke MA soal Korporasi Monopoli Kebun Sawit

Masyarakat adat suku Moi dan Awyu mengadu ke MA perihal adanya korporasi yang diduga mengambil hutan tempat tinggal mereka di Kabupaten Boven Digoel.

|
Editor: Ilma De Sabrini
KOMPAS.COM/FAQIHAH MUHARROROH
Masyarakat adat suku Awyu dan suku Moi, serta sejumlah aktivis menggelar aksi damai di depan Mahmakah Agung, Jakarta, pada Senin (27/5/2024), berharap Mahkamah Agung menjatuhkan putusan hukum yang melindungi hutan adat mereka. 

TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Masyarakat adat suku Moi dan Awyu mengadu ke Mahkamah Agung (MA) perihal adanya korporasi yang diduga mengambil hutan tempat tinggal mereka di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan.

Mereka juga mendesak agar MA memberi putusan hukum dan membatalkan izin perusahaan sawit yang mengambil tanah adat.

Baca juga: Suku Moi Lawan Gugatan PT Sorong Argo Sawitindo

Agar keluhannya didengar, perwakilan suku Moi dan Awyu menggelar aksi damai, diiringi solidaritas mahasiswa Papua dan organisasi masyarakat sipil di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat pada Senin, 27 Mei 2024.

Mereka menggelar doa dan ritual adat di depan kantor MA, sembari mengenakan busana khas suku masing-masing.

Seruan ini disampaikan Suku Awyu dan Moi saat menggelar aksi damai, diiringi solidaritas mahasiswa Papua dan organisasi masyarakat sipil di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).

Mereka menggelar doa dan ritual adat di depan kantor MA, sembari mengenakan busana khas suku masing-masing.

Masyarakat Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan dan Moi di Sorong, Papua Barat Daya, menggugat pemerintah dan perusahaan sawit demi mempertahankan hutan adat mereka.

"Kami datang dari Tanah Papua ke ibu kota Jakarta untuk meminta Mahkamah Agung memulihkan hak-hak kami yang dirampas dengan membatalkan izin perusahaan sawit yang kini tengah kami lawan,” ujar perwakilan dari suku Awyu, Hendrikus 'Franky' Woro.

Adapun perjuangan masyarakat adat Papua ini telah dilakukan sejak 2023.

Setelah bolak-balik ke pengadilan, gugatan keduanya saat ini sampai tahap kasasi di MA.

"Undang-undang Dasar 1945 dan semua prosedur undang-undang itu sudah ada. Yang pertama, kami hanya minta penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan kepada kami masyarakat kecil," seru Hendrikus. 

Baca juga: Pembangunan Kantor Gubernur Papua Barat Daya Tambah Lahan 35 Hektare

Berjuang atas hak hidup dan lingkungan

Hendrikus menggugat Pemerintah Provinsi Papua karena mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL) dengan konsesi lingkungan seluas 36.094 hektar, atau lebih dari setengah luas DKI Jakarta. 

Izin tersebut berada di hutan adat marga Woro-woro, bagian dari suku Awyu.

Namun, gugatan Hendrikus kandas di pengadilan tingkat pertama dan kedua.

Pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu, Hendrikus Woro, usai menyerahkan surat kepada Mahkamah Agung di Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).
Pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu, Hendrikus Woro, usai menyerahkan surat kepada Mahkamah Agung di Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024). (KOMPAS.COM/FAQIHAH MUHARROROH)

Baca juga: Hutan Adat Terancam, Masyarakat Pemilik Hak Ulayat Tolak Investasi di Sayosa Raya Sorong

Halaman
123
Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved