Sengketa Pulau di Raja Ampat
Sengketa Pulau Sain dan Sayang, Intelektual Raja Ampat Desak Libatkan Masyarakat Adat
Pentingnya penyelesaian adil dan inklusif dengan tetap melibatkan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat.
Penulis: Taufik Nuhuyanan | Editor: Petrus Bolly Lamak
TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Sengketa Pulau Sain dan Pulau Sayang antara Papua Barat Daya dan Maluku Utara menjadi perhatian publik karena melibatkan aspek geopolitik, hukum, budaya, dan lingkungan di jantung segitiga karang dunia (coral triangle).
Baca juga: Pulau Sain dan Sayang Dianggap Milik Raja Ampat, Ini Permintaan Bupati Orideko ke DPR RI
Muhammad Guzali Tafalas intelektual Raja Ampat Selatan menegaskan, pentingnya penyelesaian adil dan inklusif dengan tetap melibatkan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat.
“Sengketa ini bukan hanya tentang batas wilayah administratif, tetapi juga soal identitas budaya masyarakat adat Raja Ampat dan keberlanjutan lingkungan,” ujar Guzali Tafalas kepada TribunSorong.com, Selasa (8/7/2025).
Baca juga: Komisi II DPR RI Akan Panggil Mendagri Bahas Sengketa Pulau di Raja Ampat Papua Barat Daya
Ia menilai peran pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sangat krusial sebagai mediator, didukung Kementerian ATR/BPN dan Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk memastikan data batas wilayah yang legal dan akurat.
Guzali Tafalas juga menekankan perlunya kajian historis dan budaya terkait pemanfaatan Pulau Sain dan Sayang oleh masyarakat adat.
Baca juga: Bupati Orideko Resmi Jabat Ketua DPD Partai NasDem Raja Ampat 2024-2029, Pesan Surya Paloh Begini
Hal ini termasuk menggali arsip kolonial, hukum adat, dan catatan antropologis yang mendukung klaim wilayah secara sah.
“Masyarakat adat harus diberikan ruang dalam proses penyelesaian, karena merekalah yang menjaga pulau ini secara turun-temurun,” kata Guzali.
Menurutnya, pengumpulan bukti seperti peta resmi dari BIG, SK pengelolaan wilayah, peraturan daerah, hingga data toponimi menjadi langkah penting dalam proses validasi klaim wilayah.
Guzali Tafalas membuka peluang solusi kolaboratif jika kepemilikan tunggal tidak dapat disepakati, dengan mempertimbangkan model pengelolaan bersama antarprovinsi.
Baca juga: Gubernur Papua Barat Daya Siap Perjuangkan Pulau Sain dan Sayang Kembali ke Raja Ampat
Ia menekankan perlunya mencegah politisasi dan eksploitasi sepihak atas sumber daya alam di pulau tersebut.
“Kami berharap solusi damai bisa menjadi model penyelesaian sengketa wilayah lainnya di Indonesia jika dilakukan secara transparan dan berkeadilan,” pungkasnya. (tribunsorong.com/taufik nuhuyanan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.