OPINI

Kenali Gangguan Obsesif Kompulsif alias OCD

Selain itu adanya kompulsi, yakni orang tersebut terdorong melakukan suatu tindakan berulang sebagai respons terhadap obsesi yang ada di pikirannya.

|
Editor: Jariyanto
ISTIMEWA
dr Allysa Desita Maghdalena Parinussa. 

Oleh: dr Allysa Desita Maghdalena Parinussa (*)

TRIBUNSORONG.COM - Beberapa hari belakangan, media sosial dihebohkan unggahan video seorang pemilik kos yang menggerebek kamar dari penyewanya.

Tindakan itu dilakukan lantaran kamar tersebut penuh barang yang berserakan sehingga menimbulkan aroma tak sedap.

Kasus serupa pernah beberapa kali viral yang mana individunya diindikasikan menderita obsessive compulsive disorder (OCD).

Baca juga: Apa Arti Kata Language Delay? Gangguan Bicara yang Dialami Anak, Beda dengan Speech Delay

Lantas apa itu OCD? Secara sederhana, OCD ditandai adanya obsesi dan/dorongan berulang dan menetap terus menerus dalam pikiran yang mengganggu dan tidak diinginkan.

Selain itu adanya kompulsi, yakni orang tersebut terdorong melakukan suatu tindakan berulang sebagai respons terhadap obsesi yang ada di pikirannya tersebut.

Sebagian besar orang dengan OCD sangat menyadari bahwa mereka memiliki gejala tersebut dan sebenarnya mereka ingin bisa mengontrolnya namun hal ini membuat rasa tidak nyaman dan kerap kali muncul gejala cemas.

Baca juga: Papua Barat Daya Minim Fasilitas Layanan Kesehatan Penyakit Dalam

Menurut Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental edisi terbaru (DSM-5), OCD diklasifikasikan sebagai obsessive compulsive and related disorders (OCRD).

Di dalamnya termasuk ada body dysmorphic disorder (orang tersebut terobsesi dengan penampilannya), trichotillomania (dorongan berulang untuk mencabut rambut, baik di kepala atau area tubuh lainnya), excoriation disorder (disebut juga dermatillomania atau skin picking, kondisi seseorang memiliki dorongan menguliti atau mengelupasi kulitnya), termasuk juga didalamnya mengenai hoarding disorder yang telah ramai beberapa tahun belakangan ini.

Seseorang dengan hoarding disorder memiliki kesulitan membuang barang karena takut jika barang tersebut sewaktu-waktu akan diperlukan, sehingga banyak barang yang menumpuk dan tidak teratur di tempat tinggalnya.

Ada beberapa jenis atau subtipe dari OCD lainnya, yakni kekhawatiran terkontaminasi dengan kuman atau virus, sehingga memunculkan kompulsi atau tindakan berupa cuci tangan, mandi atau bersih-bersih yang dilakukan berulang kali.

Ada juga kekhawatiran mengenai kejahatan atau sesuatu yang berbahaya, sehingga orang tersebut melakukan pemeriksaan atau checking berkali-kali.

Sebagai contoh, sebelum keluar rumah, seseorang dengan OCD akan memeriksa kompor berkali-kali karena takut akan terjadi kebakaran jika orang tersebut sedang diluar rumah.

Baca juga: Universitas Papua Hadirkan 22 Dokter Angkatan Pertama, Rektor Beber Capaian Fakultas Kedokteran

Jenis OCD lain adalah pikiran yang muncul tiba-tiba dan sangat mengganggu tentang seksual, tentang sesuatu mengenai spiritual atau religious, hal ini membuat orang tersebut mungkin saja melakukan ritual-ritual tertentu atau berdoa berkali-kali.

Selain itu ada yang memiliki obsesi mengenai segala sesuatu yang harus simetris, sebagai contoh orang tersebut merasa tidak nyaman jika melihat buku-buku yang diatur tidak sesuai dengan ukurannya, sehingga buku-buku tersebut diatur kembali sesuai ukuran atau bahkan warnanya.

Mengutip dari The Descriptive Epidemiology of Obsessive Compulsive Disorder tahun 2006, prevalensi OCD sebesar 2-3 persen.

Baca juga: Tingkatkan Skill Pasang Alat Kontrasepsi, BKKBN Papua Barat Gelar Pelatihan bagi Bidan dan Dokter

Berdasarkan sosiodemografi, OCD lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki dan bisa terjadi pada semua kalangan sosial ekonomi, serta di negara-negara dengan penghasilan rendah sampai tinggi.

OCD biasanya terjadi pada individu berusia 18-29 tahun, namun beberapa serangan terjadi pada individu yang berusia lebih dari 30 tahun.

Orang dengan OCD bisa memiliki diagnosis yang tumpang tindih dengan diagnosis gangguan kejiwaan lainnya.

Baca juga: Papua Barat-PBD Kekurangan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, PAPDI: Pasien Selalu Rujuk Keluar Daerah

Antara lain gangguan kecemasan, depresi, gangguan kontrol terhadap implus, sehingga menyebabkan kualitas hidup orang dengan OCD menurun secara signifikan di semua domain kehidupan (seperti pekerjaan, keluarga, kehidupan sosial).

Hal ini juga akan berdampak pada lingkungan sekitarnya, yaitu penurunan kualitas hidup dari pengasuh atau keluarga orang dengan OCD tersebut.

Berdasarkan penelitian kualitas hidup orang dengan OCD mirip dengan kualitas hidup orang dengan skizofrenia.

Baca juga: Mengenal Penyakit Sifilis, Apa Penyebab dan Gejalanya? Ketahui Juga Cara Mengobati IMS Raja Singa

Hasil penelitian tentang mortalitas orang dengan OCD di Denmark, menyebutkan, OCD dengan gejala klinis yang berat, memiliki gangguan paling besar dalam domain hubungan dan fungsi sosial.

Oleh sebab itu, jika di sekitar Anda mungkin ada orang yang memiliki gejala OCD atau mungkin gejala tersebut anda sendiri rasakan, sebaiknya segera konsultasikan dengan tenaga professional.

Pemberian terapi dengan obat atau psikoterapi telah terbukti dapat mengatasi gejala-gejala tersebut dan meningkatkan kualitas hidup pada orang dengan OCD. (tribunsorong.com)

*) Dokter di Puskesmas Sorong Timur, Kota Sorong, Papua Barat Daya

 

Sumber: TribunSorong
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved