Sengketa Lahan Kantor Gubernur

Sengketa Lahan Kantor Gubernur Papua Barat Daya, Pemilik 2 Hektare Tanah Lapor Polisi

Tim hukum Tomas Witak yang terdiri atas Mardin, Bayu Purnama, Leni Wanda, dan Abidin Kilwou melaporkan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.

|
Penulis: Safwan | Editor: Jariyanto
TRIBUNSORONG.COM/SAFWAN ASHARI
LAPOR POLISI - Tim hukum Tomas Witak, pemilik tanah seluas dua hektare di area kantor Gubernur Papua Barat Daya menunjukkan laporan polisi (LP) terhadap Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya atas dugaan penyerobotan lahan, Senin (19/5/2025). 

TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Tomas Witak, pemilik tanah seluas dua hektare di area pembangunan kantor Gubernur Papua Barat Daya, Kilometer 16, Kota Sorong, melayangkan aduan ke polisi terkait dugaan penyerobotan lahan.

Baca juga: Progres, Lahan dan Nilai Kontrak Pembangunan Kantor Gubernur, DPRP dan MRP di Papua Barat Daya

Tim hukum Tomas Witak yang terdiri atas Mardin, Bayu Purnama, Leni Wanda, dan Abidin Kilwou melaporkan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya ke Polresta Sorong Kota.

"Kami mengadukan pemprov, sebab mereka sudah melaksanakan aktivitas di atas tanah milik klien kami," ujar Mardin kepada awak media di Kota Sorong, Senin (19/5/2025).

Baca juga: Lokasi Perkantoran Pemprov Papua Barat Daya Dinilai Tak Laik, Kadis LHKP: Bukan Sebarang Bangun

Ia menjelaskan, Pemprov Papua Barat Daya mendapat hibah tahan seluas 53 hektare dari pemerintah Kabupaten Sorong.

Dari jumlah tersebut, di dalamnya terdapat tanah milik Tomas Witak seluas dua hektare.

Anggota kuasa hukum lainnya, Bayu Purnama menambahkan, sebelum sampai pada pengaduan ke kepolisian, pihaknya telah bertemu pemprov.

"Kita sudah bertemu dari 2023, 2024, dan 2025, namun hanya berjanji memproses pembayaran setelah mendapatkan LO (liaison officer) dari polda dan kejaksaan tinggi," katanya.

Hingga LO dimaksud turun, pemerintah provinsi tak kunjung menepati janji tersebut.

Baca juga: Progres Pembangunan Kantor Gubernur Papua Barat Daya Sampai Mana? Berikut Penjelasan Kadis LHKP

Ia menegaskan, sudah ada Akta Van Danding, sehingga tidak ada lagi celah hukum bagi pemerintah agar mendiamkan apa yang menjadi hak pemilik tanah.

"Perintah di dalam Akta Van Danding, pemprov harus bayar hak klien kami yakni Rp7 miliar," ucap Bayu.

Akta Van Dading, lanjutnya, adalah akta perdamaian yang diatur dalam Pasal 1851 KUH Perdata dan Pasal 130 HIR yang dibuat para pihak guna mengakhiri suatu perkara yang diperiksa.

Hingga berita ini ditayangkan, TribunSorong.com masih berupaya mengonfirmasi ke pihak pemprov atas laporan tersebut. (tribunsorong.com/safwan ashari)

Sumber: TribunSorong
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved