Tambang vs Pariwisata di Raja Ampat

Ini Alasan Masyarakat Adat Protes Pencabutan Izin Tambang Nikel, Wisata Pulau Wayag Dipalang

Ikon wisata dunia yang terletak di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya mendadak ditutup oleh masyarakat adat suku Kawei, Senin 9 Juni 2025. 

|
Dok. Istimewa
WISATA DIPALANG - Ikon wisata dunia yang terletak di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya mendadak ditutup oleh masyarakat adat suku Kawei, Senin 9 Juni 2025. 

TRIBUNSORONG.COM, WAISAI - Ikon wisata dunia yang terletak di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya mendadak ditutup oleh masyarakat adat suku Kawei, Senin 9 Juni 2025. 

Aksi pemalangan ini sebagai bentuk protes keras terhadap rencana pemerintah pusat yang akan mencabut izin operasi beberapa perusahaan tambang nikel di wilayah adat mereka.

Baca juga: Izin Tambang Dicabut, Saatnya Raja Ampat Tata Ulang Ekonomi Berkelanjutan

Puluhan warga adat dari empat marga pemilik hak ulayat yakni Ayelo, Daat, Ayei, dan Arempele secara resmi menutup seluruh akses aktivitas pariwisata di kawasan Pulau Wayag.

“Kami tidak mengganggu wisata, tapi kenapa atas nama pariwisata justru mau mengganggu perusahaan kami yang telah kami perjuangkan demi masa depan anak cucu kami,” tegas Luther Ayelo, tokoh adat sekaligus pemilik hak ulayat Pulau Wayag.

Aksi ini merupakan reaksi atas rencana pencabutan izin operasi empat perusahaan tambang nikel oleh pemerintah pusat. 

Salah satu perusahaan yang terancam adalah PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) yang beroperasi di Pulau Kawe. 

Baca juga: Presiden Prabowo Cabut Izin Tambang Nikel Raja Ampat, Anggota DPD RI Dorong Reformasi Pariwisata

Keberadaan perusahaan ini, menurut warga, telah disepakati bersama masyarakat adat dan memberikan harapan baru bagi kesejahteraan mereka.

Berbeda dengan sektor pariwisata konservasi yang selama ini dinilai tidak berdampak signifikan terhadap ekonomi lokal, aktivitas pertambangan dianggap membawa peluang kerja dan penghasilan nyata bagi masyarakat adat.

“Kami tidak mencuri, kami kerja di atas tanah kami sendiri. Kalau perusahaan kami ditutup, maka Pulau Wayag juga kami tutup,” lanjut Luther Ayelo.

Baca juga: Pramuwisata Raja Ampat Soroti Dampak Negatif Tambang bagi Keberlangsungan Ekologi Perairan

Selain itu, masyarakat adat juga mengecam beredarnya konten editan yang menyesatkan di media sosial dan menyudutkan perjuangan mereka. 

Mereka menegaskan bahwa aksi ini murni bertujuan untuk mempertahankan hak atas tanah adat dan masa depan ekonomi komunitas suku Kawei.

Tuntutan Kepada Pemerintah Pusat

Dalam pernyataannya, warga adat menuntut agar:

  1. Pemerintah pusat membatalkan rencana pencabutan izin tambang.
  2. Pemerintah mempertimbangkan nasib ratusan pekerja lokal yang menggantungkan hidupnya dari sektor tambang.
  3. Diberikan ruang dialog yang adil antara pemerintah, masyarakat adat, dan pihak perusahaan.

Baca juga: Massa Aksi Sebut Kunjungan Menteri ESDM dan Gubernur ke Raja Ampat Setting-an, Begini Jawaban Elisa

Hingga berita ini diturunkan, aksi pemalangan masih berlangsung dan warga adat menyatakan tidak akan membuka kembali akses wisata di Pulau Wayag sebelum ada kejelasan dari pemerintah terkait izin operasional PT KSM dan perusahaan tambang lainnya di wilayah adat suku Kawei. (*)

Sumber: TribunSorong
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved