Tolak Sawit di Sorong
Penolakan Sawit di Lembah Klaso Makin Menguat, DPRK dan MRPBD Ikut Suarakan Sikap Tegas
Kali ini, dukungan datang dari anggota DPRK Sorong dan Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD).
Penulis: Taufik Nuhuyanan | Editor: Petrus Bolly Lamak
TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Penolakan terhadap rencana izin operasi perusahaan kelapa sawit kembali disuarakan masyarakat adat di Lembah Klaso, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.
Kali ini, dukungan datang dari anggota DPRK Sorong dan Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD).
Baca juga: Hutan Adat Terancam, Warga Sorong dan Tambrauw Lawan Ekspansi Sawit
Anggota DPRK Sorong dari Fraksi Perindo Marthinus Ulimpa juga pemilik hak ulayat di Distrik Klaso menyatakan penolakannya terhadap kehadiran perusahaan sawit di wilayah tersebut.
“Saya tegas menolak. Ini kali kedua masyarakat menolak sawit. Kalau tetap dipaksakan, itu bentuk pengabaian terhadap suara adat,” ujarnya, Senin (23/6/2025).
Sebelumnya, izin PT Mega Mustika Plantation (MMP) dicabut pada 2019 setelah penolakan publik.
Namun, kini muncul kembali rencana izin operasi bagi PT Fajar Surya Persada Grup yang akan beroperasi di 13 distrik, termasuk Klaso.
“Kami tidak pernah diajak bicara. Ini melanggar prinsip musyawarah adat,” tegasnya.
Baca juga: Penolakan Sawit di Lembah Klaso Menguat, Masyarakat Adat Minta Pemerintah Hentikan Ekspansi
Marthinus mengingatkan, bahwa hutan Malamoi yang tersisa menjadi penyangga hidup masyarakat adat.
Jika rusak, mereka kehilangan ruang hidup dan warisan budaya.
Baca juga: RDP Ungkap Masalah Serius di Industri Sawit Sorong: Limbah hingga Sewa Lahan Murah
Penolakan serupa datang dari Anggota MRPBD Perwakilan Kota Sorong Sulaiman Samuel Mobalen.
Ia menyebut investasi sawit hanya membawa penderitaan.
“Proses izin tidak transparan. Masyarakat tidak dilibatkan. Mereka jadi asing di tanah sendiri,” tegas Mobalen.
Baca juga: Sawit Datang, Hutan Terancam?
Ia juga mengkritik skema plasma yang dianggap hanya janji kosong.
Di wilayah Salawati, ia mencontohkan bagaimana perusahaan menggusur 500 hektare tanah adat tanpa persetujuan menyeluruh.
“Perusahaan hanya janji. Setelah itu tanah dihajar, masyarakat bingung harus mengadu ke mana,” katanya.
Mobalen menilai pemerintah daerah lemah dalam pengawasan dan mengabaikan Perda No. 10 Tahun 2017 tentang perlindungan hak masyarakat adat.
“Kami tidak menolak pembangunan, tapi harus hormati hak adat. Semua izin sawit tanpa persetujuan adat harus dicabut,” pungkasnya. (tribunsorong.com/taufik nuhuyanan)
Kota Sorong
Papua Barat Daya
Kabupaten Sorong
DPRK Sorong
Majelis Rakyat Papua Barat Daya
MRPBD
Marthinus Ulimpa
34 Penyuluh Agama Islam Kota dan Kabupaten Sorong Belajar Bikin Konten Digital Inklusif |
![]() |
---|
Sudah Ada Pertemuan, Palang di Kantor BKDD Kabupaten Sorong Belum Dibuka |
![]() |
---|
Kantor BKDD Kabupaten Sorong Dipalang OTK, Tuntut Jabatan untuk Putra Moi |
![]() |
---|
DPRP Papua Barat Daya Bahas Proyek Sawit Rp24 Triliun di Kabupaten Sorong, Ini Daftar Perusahaannya |
![]() |
---|
Warga Malasom Kabupaten Sorong Belajar Daur Ulang Sampa Rumah Tangga Jadi Pot dan Anyaman |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.