Berita Jayapura

Masyarakat Adat Namblong Minta Pemkab Jayapura Mediasi Konflik Lahan dengan Perusahaan Sawit

Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Namblong Bernard Demotekay menyatakan, bahwa perusahaan terus beraktivitas.

Dok. Istimewa
SAWIT - Masyarakat adat Namblong di Kabupaten Jayapura mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura memfasilitasi pertemuan dengan perusahaan kelapa sawit PT. Permata Nusa Mandiri (PNM). 

TRIBUNSORONG.COM - Masyarakat adat Namblong di Kabupaten Jayapura mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura memfasilitasi pertemuan dengan perusahaan kelapa sawit PT. Permata Nusa Mandiri (PNM).

Baca juga: Ritual Tikar Adat Jadi Simbol Perlawanan Suku Afsya Sorong Selatan terhadap Perusahaan Sawit

Perusahaan ini diketahui masih beroperasi dan bahkan membuka lahan baru di Kampung Beneik, Distrik Unurumguay meskipun Pemkab Jayapura telah mengeluarkan surat penghentian aktivitas pada 8 September 2022.

Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Namblong Bernard Demotekay menyatakan, bahwa perusahaan terus beraktivitas.

Baca juga: Pemuda Adat Moi Tolak Konsesi Sawit dan DOB Kabupaten Malamoi

Oleh karena itu, mereka meminta bupati agar segera menghentikan seluruh kegiatan perusahaan di wilayah mereka.

“Tanah ulayat adalah milik masyarakat adat untuk keberlangsungan hidup turun-temurun dan perusahaan seharusnya menghormati hal tersebut,” katanya.

Ketua Organisasi Perempuan Adat (ORPA) Namblong Rosita Tecuari menjelaskan, bahwa masyarakat adat ingin mengecek kinerja tim evaluasi izin usaha perkebunan kelapa sawit yang dibentuk oleh mantan Bupati Jayapura Mathias Awoitauw pada Mei 2022.

Tim ini dibentuk untuk menindaklanjuti surat peringatan yang dikeluarkan sebelumnya, namun masyarakat adat merasa aktivitas perusahaan masih terus berjalan.

“Masyarakat adat Namblong juga menilai bahwa sejak awal, perusahaan tidak memiliki itikad baik untuk bertemu dengan pemilik hak ulayat,” katanya.

Rosita Tecuari meminta Bupati Jayapura untuk meninjau kembali kinerja tim evaluasi dan memfasilitasi pertemuan antara masyarakat adat dan pihak perusahaan agar permasalahan ini dapat diselesaikan.

Masyarakat adat khawatir bahwa tanpa adanya tindakan tegas, aktivitas perusahaan akan meluas ke wilayah lain di sekitar Distrik Unurumguay, termasuk Kekri, Kasmando, Bano, Kampung Berap, dan Nimbokrang Sari. (*)

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved