Stunting Papua Barat Daya

Kasus Stunting di Sorong Selatan Terus Menurun Sejak 2021, Simak Data-data SGI dan e-PPGBM

Data SSGI, pada 2021 tercatat berada di 39,4 persen lalu turun menjadi 36,7 persen pada 2022, selanjutnya di angka 31,3 persen pada 2023.

Penulis: Desianus Watho | Editor: Jariyanto
TRIBUNSORONG.COM/DESIANUS WATHO
Plt Kepala Bappeda Sorong Selatan Santos Wifredo Baay. 

TRIBUNSORONG.COM, TEMINABUAN - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sorong Selatan, Papua Barat Daya fokus pada persoalan stunting dan kemiskinan ekstrem.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bappeda Santos Wifredo Baay mengatakan, program penanganan dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Sorong Selatan 2025.

“Data prevalensi stunting itu ada dua alat ukur, yaitu Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dan Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM),” ujarnya kepada TribunSorong.com, Senin (3/6/2024).

Baca juga: 8 Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting, Pemkab Sorong Selatan Kerja Keras Kejar Target 18

Baca juga: Bapperida Gelar Penilaian Aksi Konvergensi Penurunan Angka Stunting di Papua Barat Daya

Ia menjelaskan, sejak 2021 sampai saat ini, kasus stunting di Sorong Selatan cenderung menurun.

Data SSGI, pada 2021 tercatat berada di 39,4 persen lalu turun menjadi 36,7 persen pada 2022, selanjutnya di angka 31,3 persen pada 2023.

Baca juga: Road Show Tekan Stunting dan Kemiskinan Ekstrem ke Sorong Selatan, Pemprov Salurkan Berbagi Bantuan

Baca juga: Hingga 2024, Distrik Kais Sorong Selatan Masih Jadi Sasaran Penanganan Kemiskinan Ekstrem

Adapun data e-PPGBM, hasil survei riil dari Januari-Desember 2021 sebesar 34 persen, turun 33 persen di 2022, kemudian menjadi 21,4 persen pada 2023.

"Kalau bedasarkan e-PPGBM itu turunnya signifikan 11 persen, sedangkan SSGI turunnya sebesar 5,4 persen," Santos.

Dalam penganan stunting, lanjutnya, ada delapan aksi konvergensi dan yang terlibat dari lintas perangkat daerah, seperti dinas kesehatan, dinas sosial, hingga dinas pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR).

Ada penanganan yang sifatnya inovasi seperti pemilihan rumah gizi, genting padu, dan orang tua asuh.

“Stunting kalau mau langsung hilang itu sulit, tetapi minimal kita turunkan secara perlahan-lahan, dan tidak bisa menjadi tanggung jawab satu perangkat daerah saja,” ujar Santos.

Baca juga: Rembuk Stunting Cara Pemprov Papua Barat Daya Bersinergi Menekan Angka Stunting

Baca juga: Ratusan PPPK Guru-Nakes Terima SK, Bupati Samsudin Anggiluli Tekan Kasus Stunting dan Putus Sekolah

Ia menambahkan, kasus stunting di Sorong Selatan tersebar di sejumlah wilayah.

Kondisi geografis yang luas serta terbagi dalam tiga wilayah besar menjadi kendala dalam mengintervensi program-program penanganan.

Baca juga: Berkat Kolaborasi Pemprov dan TP PKK, Angka Stunting Papua Barat Daya Turun 17 Persen

Baca juga: Gelar Monev, Bapperida Sebut PBD Duduki Peringkat ke-2 Kelengkapan Pelaporan Penurunan Stunting

Langkah yang dilakukan pemerintah daerah satu di antaranya membentuk tim.

"Perencanaan program dan subkegiatan pada 2025 itu kita fokus pada penanganan stunting, bukan berarti program lain tidak penting," kata Santos.

Ia melanjutkan, jika berpegang dan disiplin pada standar pelayanan minimum (SPM) yang dikeluarkan pemerintah pusat, kasus stunting akan terus menurun.

Baca juga: Pemprov Papua Barat Daya Beri Bantuan Ini, Dorong Penurunan Stunting dan Kemiskinan Ekstrem

Baca juga: Percepat Penurunan Stunting, Dinkes Papua Barat Daya Bina Kader Motivator Kadarzi

Stunting beririsan dengan pelayanan minimal, sehingga warga berhak mendapatkan pelayanan tersebut.

“Kepada pada stakeholder terkait diharapkan mengawal RKPD yang mana pada saat penganggaran pimpinan perangkat daerah tetap berpegang pada rencana awal, sehingga akan berbanding lurus dengan apa yang menjadi masalah di kabupaten,” kata Santos. (tribunsorong.com/desianus watho)

Sumber: TribunSorong
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved