Tambang vs Pariwisata di Raja Ampat

Kesaksian Warga Manyaifun soal Dampak Lingkungan Tambang Nikel Raja Ampat

Ia menyebut, kondisi alam di daerah-daerah yang dahulu hijau kini gundul akibat aktivitas pertambangan nikel.

Penulis: Safwan | Editor: Jariyanto
ISTIMEWA
AIR LAUT BERUBAH COKELAT - Kondisi air laut di pantai Pulau Kawe, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya berubah cokelat imbas aktivitas pertambangan nikel, Rabu (4/6/2025). 

TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Wilayah Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya dijuluki "Surga Kecil yang Jatuh ke Bumi".

Panorama alam yang memukau menjadi magnet wisatawan dari berbagai penjuru dunia.

Di satu sisi, kekayaan perut bumi berupa nikel di sejumlah daerah membuat pemerintah pusat memberikan konsesi kepada empat perusahaan tambang.

Baca juga: GMM Ancam Tutup Paksa Tambang Ilegal di Raja Ampat Papua Barat Daya

Ronisel Mambrasar (33), warga Raja Ampat mengatakan, nikel banyak terkandung di Gag, Kawe, dan Manyaifun.

"Kami saksi hidup, melihat langsung kondisi alam di area konsesi tambang nikel. Dampak kerusakan lingkungan telah tampak, perairan mulai tercemar," ujarnya kepada TribunSorong.com, pada Rabu (4/6/2025).

Baca juga: Raja Ampat Wilayah Konservasi, Bupati Keluhkan Kebijakan Daerah Makin Terbatas ke Komisi VII DPR RI

Ia menyebut, kondisi alam di daerah-daerah yang dahulu hijau kini gundul akibat aktivitas pertambangan nikel.

Aktivitas bongkar muat material tambang mulai berdampak ke laut biru yang kini berubah cokelat.

"Contoh di Pulau Gag dan Kawe harusnya ikut dilindungi sebab menjadi rumah bagi spesies ikan, kini rusak oleh sisa material tambang," kata Ronisel.

Sebagai anak asli Manyaifun, Ronisel khawatir daerahnya akan rusak seperti di Pulau Gag dan Kawe.

Ia berharap pemerintah meninjau perizinan tambang karena Raja Ampat juga merupakan daerah konservasi.

Evaluasi izin

Bupati Raja Ampat Orideko Iriano Burdam mengatakan, pemerintah kabupaten akan mengevaluasi lagi izin-izin tambang yang beroperasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Langkah ini penting guna menjaga ekosistem alam dan kelanjutan status UNESCO Global Geopark (UGGp).

"Raja Ampat ini daerah yang menjadi idola di Papua Barat Daya, sebab dia punya pariwisata, perikanan hingga tambangnya," ujar Orideko kepada TribunSorong.com, Rabu (28/5/2025).

Baca juga: Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Soroti Pertambangan di Raja Ampat, Ancaman Masa Depan Pariwisata

Ia menyadari, sebagai daerah bahari yang jadi primadona wisatawan, dihadapkan pada sejumlah tantangan, satu di antaranya persoalan tambang.

Oleh karena itu, pemerintah daerah akan selalu melaksanakan pendampingan kepada perusahaan tambang serta memastikan izin yang sudah ada tidak berimplikasi negatif ke alam.

"Warga kami sudah demo minta tambang jangan beroperasi karena merusak lingkungan. Sebagai pemerintah saya akan berada dengan mereka dan awasi kegiatan itu," kata Orideko.

Baca juga: Aktivitas Tambang di Kawasan Konservasi Raja Ampat? Begini Kata Gubernur Papua Barat Daya

Meski telah terbit izin tambang di Raja Ampat, pihaknya ke depan tetap mengevaluasi sehingga yang masuk kawasan konservasi dan masyarakat adat bisa dibenahi lagi.

Jaga UGGp

Lebih lanjut Orideko mengatakan, Raja Ampat menyandang status UGGp, sehingga harus dijaga jangan sampai ini dicabut gegara izin tambang merusak lingkungan dan hak adat.

Ia mengaku, sampai saat ini pihaknya masih dalam dilema antara mau arahkan tambang atau kehilangan geopark.

Baca juga: Koneksikan 2 Destinasi Premium Raja Ampat-Labuan Bajo, Manajemen Bandara DEO Siap Buka Rute Baru

Berdasarkan data yang dihimpun dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, ada sekitar empat perusahaan tambang nikel yang masuk ke Kabupaten Raja Ampat.

Perusahaan tersebut yakni PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Mulia Raymond Perkasa, dengan luas konsesi lebih dari 21.000 hektare. (tribunsorong.com/safwan ashari)

Sumber: TribunSorong
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved