Tambang vs Pariwisata di Raja Ampat

Polemik Pertambangan Nikel Raja Ampat, PP PMKRI Desak Pemerintah Evaluasi Total Perizinan

PMKRI, kata, Raymundus, terus konsisten menjaga alam dan lingkungan sebagai rumah bersama. sesuai samangat Ensiklik Laudato Si dari Paus Fransiskus.

Editor: Jariyanto
ISTIMEWA
SIKAP PP PMKRI - Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) berkumpul dalam Rakernas XII/2025 baru-baru ini. Organisasi mahasiswa Katolik ini mendesak pemerintah segera menghentikan aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin (9/6/2025). 

TRIBUNSORONG.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) menyatakan keprihatinan sekaligus mendesak Pemerintah agar segera menghentikan aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya

Presidium Gerakan Kemasyarakatan PP PMKRI Raymundus Yoseph Megu dalam keterangan tertulisnya kepada TribunSorong.com, Senin (9/6/2025) mengatakan, pertambagan tidak hanya mengancam keberlanjutan lingkungan hidup, tetapi juga mengabaikan kepentingan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat lokal.

Baca juga: Komitmen PT. Gag Nikel Jaga Lingkungan Raja Ampat, Reklamasi hingga Pengelolaan Limbah

Penambangan oleh PT. Gag Nikel di Pulau Gag dan PT. Anugerah Surya Pratama (ASP) di Pulau Manuran telah menimbulkan dampak ekologis yang serius.

Aktivitas tersebut berpotensi merusak kawasan yang secara global diakui sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. 

"Raja Ampat tercatat memiliki lebih dari 550 spesies terumbu karang dan sekitar 1.400 spesies ikan yang menjadi bagian dari ekosistem laut tropis yang sangat rapuh dan sensitif terhadap perubahan lingkungan," kata Raymundus.

"Aktivitas pertambangan di wilayah ini merupakan kebijakan yang tidak sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, dan justru bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam upaya konservasi laut dan mitigasi krisis iklim."

Menurut Raymundus, kegiatan ekstraksi nikel berpotensi menyebabkan sedimentasi berlebihan yang terbawa aliran air hujan menuju laut, menutupi permukaan terumbu karang, menghalangi penetrasi cahaya matahari, dan pada akhirnya menghambat proses fotosintesis yang sangat vital bagi kelangsungan hidup ekosistem karang.

Pencemaran limbah tambang yang mengandung logam berat dan bahan kimia berbahaya turut menimbulkan gangguan serius terhadap keseimbangan ekosistem laut dan darat.

Jika terumbu karang mati, seluruh rantai kehidupan laut yang bergantung padanya akan terganggu secara sistemik.

Baca juga: Pemuda Katolik Papua Barat Daya Berdiri Bersama Masyarakat Adat Lawan Perusakan di Raja Ampat

Dampak ini pada akhirnya akan dirasakan oleh masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup pada sumber daya laut melalui aktivitas perikanan tradisional.

Raymundus menegaskan, negara semestinya hadir buat melindungi, bukan memfasilitasi eksploitasi.

Kementerian ESDM, KLHK, dan institusi terkait harus mengevaluasi semua perizinan tambang di kawasan ekosistem sensitif seperti Raja Ampat.

Demikian juga DPR RI dan aparat penegak hukum juga harus mengabil sikap tegas.

PMKRI, kata, Raymundus, terus konsisten menjaga alam dan lingkungan sebagai rumah bersama. sesuai samangat Ensiklik Laudato Si dari Paus Fransiskus. 

"Kami menilai aktivitas pertambangan di pulau kecil rentan memicu kerusakan perairan dan menimbulkan butterfly effect. Dalam kasus Pulau Gag  bisa menyebabkan kerusakan perairan Raja Ampat secara keseluruhan. Oleh karena itu kami berharap agar aktivitas pertambangan di pualu ini segera dihentikan," ujarnya.

Baca juga: GEMASABA Papua Barat Daya Tegas Tolak Tambang di Raja Ampat: Surga Alam Harus Dilindungi

Sumber: TribunSorong
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved