Kabupaten Sorong

Pipa Pertamina-Petrogas di Tanah Moi Sudah 80 Tahun Tanpa Pelepasan, LMA Ancam Palang

 Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Sorong warning PT Pertamina dan PT Petrogas.

Penulis: Aldy Tamnge | Editor: Petrus Bolly Lamak
TRIBUNSORONG.COM/ALDY TAMNGE
WARNING - Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Sorong warning PT Pertamina dan PT Petrogas. Peringatan itu terkait penggunaan tanah ulayat Suku Moi untuk pemasangan pipa minyak, berlangsung puluhan tahun tanpa penyelesaian hak masyarakat adat. 
Ringkasan Berita:
  • Peringatan itu terkait penggunaan tanah ulayat Suku Moi untuk pemasangan pipa minyak, berlangsung puluhan tahun tanpa penyelesaian hak masyarakat adat.
  • Ketua LMA Kabupaten Sorong Korneles Usili mengatakan, sudah melayangkan surat pemberitahuan kepada Polres Sorong, DPRK Sorong, PT Pertamina, dan PT Petrogas.
  • Tokoh masyarakat adat dari Klalin hingga Sele Abner Sawat mendesak Pertamina dan Petrogas membayar hak masyarakat adat.
 

TRIBUNSORONG.COM, AIMAS - Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Sorong warning PT Pertamina dan PT Petrogas.

Peringatan itu terkait penggunaan tanah ulayat Suku Moi untuk pemasangan pipa minyak, berlangsung puluhan tahun tanpa penyelesaian hak masyarakat adat.

Baca juga: DLHKP Papua Barat Daya Gelar Rakor Berantas Peredaran Hasil Hutan Ilegal

Hari ini Kamis (20/11/2025) rencana ada mediasi membahas hak-hak masyarakat adat Suku Moi. 

Ketua LMA Kabupaten Sorong Korneles Usili mengatakan, sudah melayangkan surat pemberitahuan kepada Polres Sorong, DPRK Sorong, PT Pertamina, dan PT Petrogas.

“Selasa 18 November kami sudah layangkan surat pemberitahuan kepada pihak terkait,” ujarnya kepada TribunSorong.com, Rabu (19/11/2025).

Baca juga: Wabup Sorong Buka Kegiatan Peningkatan Kapasitas Adat: Kearifan Lokal Jadi Aset Ekologi Berharga

Ia berharap surat tersebut dibaca dan diperhatikan secara serius. 

“Jangan sampai surat ini hanya disimpan,” tegasnya.

Pipa Terpasang 80 Tahun Tanpa Izin Masyarakat Adat

Korneles menjelaskan, pipa minyak milik PT Pertamina dan PT Petrogas berada di atas tanah ulayat Suku Moi selama hampir 80 tahun tanpa pernah ada permisi, pelepasan tanah, maupun dialog pemilik hak ulayat.

“Kami tidak tahu pipa ini dibayar kepada siapa. Tidak ada surat pelepasan, tidak ada pemberitahuan, tidak ada bahasa minta izin kepada pemilik setempat,” ujarnya.

Ia menambahkan, sejak Indonesia merdeka hingga kini, tidak pernah ada perwakilan perusahaan datang bertemu masyarakat adat atau pemilik keret (marga) membicarakan pemasangan pipa.

Oleh arena itu, sebagai pemilik hak ulayat dari Klamono sampai Kuda Laut, dan dari Sele sampai Klalin akan bertindak tegas.

Ancaman Pemalangan Jika Tak Direspons

Menurut Korneles, masyarakat adat akan palang jika surat pemberitahuan tidak ditanggapi.

“Kalau Pertamina dan Petrogas tidak senang, silakan angkat pipa, tapi sebelum angkat bayar dulu hak masyarakat,” tegasnya.

Baca juga: RDP PT. Pertamina Marine Engineer Dockyard di DPR Kota Sorong: Bahas Hak Ulayat dan Nasib Pekerja

Ia menolak tegas istilah tanah negara.

“Jangan bawa istilah tanah negara ke sini. Di Papua kami tidak kenal itu. Masyarakat ada dulu baru negara ada,” ucapnya.

Baca juga: Eksplorasi Migas Bitangur-001 di Klamono Sorong Dimulai, Pertamina Janji Libatkan OAP

Korneles menegaskan masyarakat adat Suku Moi tidak berbicara politik, tetapi murni menuntut hak atas tanah ulayat.

“Kalau komunikasi baik tidak diindahkan, kami terpaksa palang aliran minyak melalui pipa itu,” katanya.

Kuasa hukum Suku Mo, Markus Souissa didampingi Irsyad Sopalatu membenarkan adanya surat pemberitahuan tersebut.

Baca juga: Pertamina EP dan RH Petrogas Komitmen Lakukan Eksplorasi Migas di Papua Barat Daya

Menurutnya, surat itu peringatan sekaligus kesempatan terakhir bagi PT Pertamina dan PT Petrogas berunding.

“Kalau sampai hari ini tidak ditanggapi, Senin kami pasti berperkara ke pengadilan,” katanya.

Pria yang akrab disapa Max itu menjelaskan, secara hukum,perkara pidana harus ditangguhkan apabila perkara perdata mulai berjalan.

“Kalau pemilik hak ulayat palang, itu hak mereka. Kalau ada yang mau persoalkan pidana, tunggu dulu. Perdata harus jalan,” jelasnya.

Ia menanggapi narasi tanah negara kerap muncul. 

Menurutnya, tidak ada dasar hukum menyebut tanah negara tanpa proses.

“Kalau ada undang-undang bilang tanah negara, tunjukkan. Negara hanya menguasai, bukan memiliki, sebagaimana Pasal 33 ayat 3 UUD 1945,” tegasnya.

Baca juga: Serambi Pertamina, Layanan Cek Kesehatan hingga Kursi Pijat Gratis di Bandara DEO Sorong

Max menegaskan, masyarakat adat Suku Moi menuntut pembayaran atas tanah ulayat, digunakan meletakkan pipa minyak.

“Kami tidak bicara politik. Kami bicara hak keperdataan tanah adat orang Papua, khususnya masyarakat Moi,” ujarnya.

Baca juga: Pertamina Jamin Stok BBM dan LPG di Sorong Aman Saat Idulfitri 1446 H

Tokoh masyarakat adat dari Klalin hingga Sele Abner Sawat mendesak Pertamina dan Petrogas membayar hak masyarakat adat.

“Orang tua kami tidak pernah memberikan pelepasan tanah. Sampai sekarang belum dibayar. Maka kami tuntut, suka atau tidak suka harus bayar,” katanya.

Baca juga: Perkuat Sinergi Distribusi Energi di Papua Maluku, Pertamina Datangi Markas Koarmada III

Abner menyatakan, jika tidak dibayar sebagian masyarakat memilih pemalangan, tetapi dirinya memilih tindakan lebih keras.

“Kalau tidak dibayar, kasih putus pipanya. Bukan palang,” tegasnya. (tribunsorong.com/aldy tamnge)

Sumber: TribunSorong
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved