Lingkungan Hidup
SIEJ Simpul Papua Barat Daya Gelar Nobar dan Diskusi tentang Kawasan Konservasi
SIEJ Simpul Papua Barat Daya menggelar nonton bareng (nobar) dan hasil liputan khusus investigasi bertema "Mayawana Datang, Orangutan Jadi Gelandanga
Penulis: Willem Oscar Makatita | Editor: Ilma De Sabrini
Menurutnya, salah satu riset yang dilakukan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, menemukan bahwa deforestasi itu juga berimplikasi pada transisi pola pandangan masyarakat yang ujung – ujungnya adalah ikut menyebabkan stunting.
Syarif Ohorella, Dosen dan peneliti di Universitas Muhamadiyah Sorong, menyebutkan Kerusakan hutan di Tanah Papua, trennya setiap tahun meningkat sangat tajam.
Pertanyaannya, siapakah yang sebenarnya yang membuat kejahatan tersebut.
"Kami sepakat mengatakan bahwa pada hari ini persoalan terbesar di tanah Papua adalah masalah keberlangsungan lingkungan hidup," tandas Syarif.
Baca juga: 8 Poin Tuntutan Forum Lintas Suku Asli Papua saat Demo di Kantor KPU Kota Sorong
Kata Syarif Ohorella, ada tiga hasil analisa terhadap kerusakan hutan yaitu pembalakan liar, kesemrawutan dalam izin pertambangan dan masyarakat yang hidup disekitar kawasan hutan.
"Ini disebabkan negara tidak betul-betul hadir, itu secara logika bisa sebutkan, misalnya izin pertambangan, siapa yang keluarkan, tentu saja negara," terangnya.
Masalah deforestasi, padahal kalau dikaji lebih jauh negara di sini punya jaminan hukum, ada undang-undang tentang tata ruang, yang kedua ada undang-undang tentang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup, tetapi apa yang terjadi luas hutan terus berkurang. (tribunSorong.com/willem oscar makatita)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.