Jaringan Damai Papua Sambut Tawaran Juha Christensen sebagai Mediator Penyelesaian Konflik Papua

Dialog ini harus memiliki tujuan yang jelas dan target yang dapat dicapai untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan.

ISTIMEWA
Jenasah Brigpol Ronald Enok, saat dilakukan penghormatan terakhir di Mako Polres Puncak Jaya, Papua Tengah, Rabu (22/1/2025).(DIKUMENTASI Satgas Damai Kartenz) 

TRIBUNSORONG.COM - Jaringan Damai Papua (JDP) menyambut positif rencana aktivis perdamaian asal Finlandia, Juha Christensen, untuk memediasi penyelesaian konflik Papua.

Juha Christensen dikenal karena perannya dalam menyelesaikan konflik antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005, yang menghasilkan Perjanjian Helsinki.

Baca juga: Pj Wali Kota Sorong Papua Barat Daya Panggil Sejumlah Perangkat Daerah Gara-gara Ini

Juru Bicara JDP, Yan Christian Warinussy dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (24/1/2025), mengungkapkan bahwa pihaknya berharap pemerintah Presiden Prabowo Subianto memiliki komitmen kuat untuk segera mendorong penyelesaian konflik sosial politik di Papua.

Baca juga: Serahkan DPA 2025, Pj Sekda Papua Barat Daya Ingatkan SKPD Jaga Kepatuhan Pajak

Menurutnya, konflik sosial politik yang berpotensi menjadi kasus kejahatan terhadap kemanusiaan harus segera dibawa ke dalam dialog damai.

“Penyelesaian konflik bersenjata yang terus berlangsung di Papua hanya dapat dicapai melalui jalur damai,” tegasnya.

Baca juga: Pemkab Maybrat Papua Barat Daya Dukung Pengembangan Model Sekolah Sepanjang Hari 

Yan juga menilai keterlibatan tenaga ahli dalam konteks resolusi konflik, seperti Juha Christensen, merupakan langkah yang tepat.

Sebelumnya, Juha Christensen menawarkan diri untuk menjadi mediator dalam dialog antara pemerintah Indonesia dengan kelompok-kelompok di Papua, termasuk mereka yang mendukung kemerdekaan Papua di luar Indonesia.

Pentingnya Dialog Jakarta-Papua

Dialog Jakarta-Papua pertama kali diperkenalkan oleh Pastor Neles Tebay, Pr (alm), seorang rohaniawan Katolik dan aktivis, bersama Ketua Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang kini dikenal sebagai Badan Riset Nasional (BRIN), alm. Muridan S Widjojo.

Dalam bukunya yang terbit pada 2009, Dialog Jakarta-Papua: Sebuah Perspektif Papua, Neles Tebay menekankan pentingnya dialog untuk menyelesaikan konflik Papua secara damai.

Dia juga menyoroti bahwa kedua belah pihak harus memiliki kemauan untuk berdialog, dengan memastikan bahwa isu kemerdekaan Papua tidak dibahas dalam dialog tersebut.

Neles lebih lanjut menjelaskan pentingnya merumuskan kerangka acuan dialog, memaparkan prinsip-prinsip dasar, dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat Papua.

Baca juga: Pemkab Maybrat Papua Barat Daya Dukung Pengembangan Model Sekolah Sepanjang Hari 

Dialog ini harus memiliki tujuan yang jelas dan target yang dapat dicapai untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan.

Posisi Pemerintah Indonesia

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Permasyarakatan RI, Yusril Ihza Mahendra, sebelumnya menyatakan bahwa Juha Christensen menawarkan diri untuk menjadi mediator dalam dialog antara pemerintah Indonesia dan kelompok-kelompok di Papua, termasuk mereka yang mendukung kemerdekaan Papua.

Baca juga: Waspada Angin Kencang dan Hujan, Prakiraan Cuaca Papua Barat Daya Kamis 23 Januari 2025

Namun, Yusril mengungkapkan bahwa sejauh ini pemerintah Indonesia belum merasa perlu melibatkan mediator dalam penyelesaian masalah Papua, sebagaimana yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden SBY.

Yusril menegaskan bahwa kasus-kasus kekerasan di Papua selama ini diselesaikan melalui mekanisme pengadilan umum.

Baca juga: Senator Papua Barat Daya Desak KSAL Usut Tuntas Kasus Pembunuhan Kesya, Libatkan Komnas HAM

Halaman
12
Sumber: Kompas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved