Papua Barat Daya

Pendamping Desa di Papua Barat Daya yang Diizinkan Nyaleg Kini Dipecat Tanpa Gaji, Kemendes Dikritik

Kebijakan tersebut berujung pada pemutusan hubungan kerja sepihak terhadap tenaga pendamping yang sebelumnya mencalonkan diri dalam Pemilu 2024.

Penulis: Ismail Saleh | Editor: Petrus Bolly Lamak
TRIBUNSORONG.COM/ISMAIL SALEH
JUMA PERS - Asosiasi Pendamping Masyarakat dan Desa Nusantara (APDM) dan Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai jumpa pers, pada Jumat (21/3/2025). 

TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Pendamping desa di Papua Barat Daya yang tergabung dalam Asosiasi Pendamping Masyarakat dan Desa Nusantara (APDM) menolak kebijakan Kementerian Desa yang dianggap merugikan mereka.

Baca juga: Paragon Square Resmi Beroperasi, Wali Kota Sorong: Jadi Ikon Baru Perdagangan di Papua Barat Daya

Kebijakan tersebut berujung pada pemutusan hubungan kerja sepihak terhadap tenaga pendamping yang sebelumnya mencalonkan diri dalam Pemilu 2024.

Perwakilan pendamping desa Agustinus Daniel Kapisa menyoroti isi surat pernyataan yang diwajibkan oleh Kementerian Desa kepada seluruh tenaga pendamping.

Baca juga: Tim Kemenkes RI Tinjau Eliminasi Malaria di Maybrat Papua Barat Daya

Surat pernyataan ini bukan sekadar formalitas. Jika mereka menandatanganinya, mereka dianggap tetap ingin bekerja. 

“Namun, ada butir yang menyatakan, bahwa jika di kemudian hari diketahui pernah menjadi calon legislatif pada Pemilu 2024, maka hubungan kerja mereka akan diputus secara sepihak,” ujar Daniel dalam konferensi pers yang digelar bersama Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai, JUmat (21/3/2025).


Ia bilang, para pendamping desa menilai kebijakan ini bertentangan dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto yang meminta agar pemutusan hubungan kerja dilakukan dengan sangat hati-hati. 

Namun, Kemendes justru dinilai melakukan pemutusan hubungan kerja secara tidak bijaksana dan tanpa dasar hukum yang jelas.

“Presiden meminta semua pihak berhati-hati dalam melakukan PHK, terutama di sektor pemerintahan dan swasta. Tapi yang terjadi di sini, pemerintah justru terang-terangan memberhentikan tenaga pendamping secara sewenang-wenang,” ucap Daniel.

Baca juga: Skandal KPR di Papua Barat Daya, Pengembang dan Bankir Digiring ke Meja Hijau

APDM Papua Barat Daya bersama Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai mendesak Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Desa untuk mencabut kebijakan ini serta memberikan kejelasan hukum bagi tenaga pendamping desa.

Mereka juga meminta dukungan dari DPD RI, khususnya Senator Paul Vincent Mayor, yang juga Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai, untuk mengadvokasi persoalan ini di tingkat nasional.

“Para pendamping desa di Papua Barat Daya, tanah Papua, dan seluruh Indonesia yang mengalami ketidakadilan ini harus bersatu. Kami dengan tegas menolak surat pernyataan tersebut sebagai dasar pemberhentian,” tutupnya.

Baca juga: Pekerja Tak Terima THR? Segera Laporkan ke Dinas Ketenagakerjaan Papua Barat Daya

Ketua DPW APDM Papua Barat Daya James Kipuy menegaskan, bahwa kebijakan ini tidak adil. 

Sebelumnya, Menteri Desa mengeluarkan edaran resmi yang memperbolehkan tenaga pendamping mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. 

Hingga Desember 2024, status mereka masih tetap sebagai pendamping desa dan tetap menerima gaji. 

Baca juga: Polda Papua Barat Daya Gelar Apel Operasi Ketupat 2025, Siapkan 23 Pos Pengamanan Selama Idul Fitri

Namun, setelah memasuki 2025 dan mereka diwajibkan menandatangani surat pernyataan tersebut, mereka justru diberhentikan dan tidak menerima gaji.

Halaman
12
Sumber: TribunSorong
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved