Demo di Kota Sorong
Mahasiswa Desak Kapolri Copot Kapolresta Sorong Kota Buntut Kasus Penembakan dan Aksi Polisi Joget
Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Sorong Angky Dimara menyatakan, bahwa tindakan aparat melanggar hak asasi manusia (HAM).
Penulis: Safwan | Editor: Petrus Bolly Lamak
TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Aksi penembakan Maikel Welerubun dan tindakan polisi yang berjoget saat demonstrasi di Kota Sorong, Papua Barat Daya, menuai kecaman keras dari kalangan mahasiswa.
Baca juga: BREAKING NEWS: Mahasiswa Gelar Demo, Bergerak dari Kampus UMS Menuju Kantor DPR Kota Sorong
Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Sorong Angky Dimara menyatakan, bahwa tindakan aparat melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Penggunaan peluru tajam oleh aparat terhadap warga sipil adalah pelanggaran HAM berat," tegas Angky saat berorasi di depan Kantor DPR Kota Sorong, Selasa (2/9/2025).
Menurutnya, penggunaan senjata api dan peluru tajam melanggar ketentuan yang ada.
Ia mendesak agar aktor utama di balik penembakan tersebut segera diselidiki.
Baca juga: UPDATE Presiden Timur Kecam Pernyataan Presiden Prabowo Subianto
Selain itu, Angky juga mengecam aksi oknum polisi yang mengangkat pistol sambil berjoget di jalan.
"Kami menilai Kepolisian Kota Sorong telah menyimpang dari tugas pokoknya sebagai pengayom masyarakat dan justru menjadi provokator," ujarnya.
Baca juga: Tritura Rakyat Papua Barat Daya Dibacakan Depan Kantor DPR Kota Sorong, Apa Isinya?
Massa mahasiswa mendesak pimpinan kepolisian mengevaluasi kinerja personel di Kota Sorong.
"Kami meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolresta Sorong Kota karena dianggap gagal dalam menjalankan tugasnya," pungkas Angky.
Tritura Rakyat Papua Barat Daya
Aksi tersebut membawa tiga tuntutan utama, disebut sebagai “Tritura Rakyat Papua Barat Daya”.
Tritura Rakyat berisi, hentikan kekerasan negara, tegakkan akuntabilitas, dan kembalikan martabat adat.
Ketua Badko HMI Papua Barat-Papua Barat Daya Abdul Kadir Loklomin mengatakan, aksi ini merupakan bentuk keprihatinan mahasiswa terhadap situasi hukum, pendidikan, lingkungan, dan kesehatan di Papua Barat Daya.
“Kami tidak ingin hukum dipakai untuk kepentingan kekuasaan. Penegakan hukum harus berdasarkan keadilan, bukan kepentingan pemerintah atau pihak tertentu,” tegas Abdul Kadir dalam orasinya.
Baca juga: Fraksi APPSA Usul 9 Poin Strategis sebagai Pondasi Pembangunan dalam RPJMD 20252029 Kota Sorong
Dalam tuntutannya, massa aksi mendesak DPR Kota Sorong segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) independen mengusut kasus penembakan warga sipil di Sorong yang mereka nilai sebagai pelanggaran HAM dan bentuk kekerasan negara.
Selain itu, aliansi mahasiswa juga menuntut Presiden RI mencopot sejumlah pejabat dan aparat di Papua Barat Daya yang dianggap gagal melindungi rakyat, mulai dari unsur Forkopimda, Gubernur Papua Barat Daya, Wali Kota Sorong, Kapolresta Sorong, hingga Kapolda Papua Barat Daya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.