Korupsi di Papua Barat Daya

Vonis Tipikor KPR di Sorong: Pengembang 12 Tahun Penjara dan Bayar Uang Pengganti, Bankir 11 Tahun

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IB Sorong mevonis Direktur PT. Jaya Molek Perkasa (JWP) Stefina Darisma Arlinda 12 tahun penjara.

Penulis: Safwan | Editor: Jariyanto
FREEPIK
VONIS TIPIKOR - Ilustrasi palu hakim. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat pada Pengadilan Negeri Manokwari memvonis Direktur PT. Jaya Molek Perkasa (JMP) Stefina Darisma Arlinda 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta, Selasa (28/10/2025).Ia terbukti korupsi secara bersama-sama terkait Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera Tapak Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPRS FLPP) pada 2016-2017. Satu terdakwa lainnya eks Kepala Kantor Bank Papua Cabang Pembantu Kumurkek Harynto Pamiludy Laksana divonis 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta. 

TRIBUNSORONG.COM, SORONG - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat pada Pengadilan Negeri Manokwari memvonis Direktur PT. Jaya Molek Perkasa (JMP) Stefina Darisma Arlinda 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta.

Ia terbukti berbuat tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera Tapak Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPRS FLPP) pada 2016-2017 di Kota Sorong, Papua Barat Daya.

Baca juga: Peletakan Batu Pertama Perumahan Griya Esa, Ribuan Rumah Subsidi Siap Huni di Sorong

Selain Direktur PT. JMP, majelis hakim yang diketuai Helmin Somalay memvonis eks Kepala Kantor Bank Papua Cabang Pembantu Kumurkek Harynto Pamiludy Laksana hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta.

"Atas putusan tersebut kami menyatakan pikir-pikir," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zulfikar, Kamis (30/10/2025).

Sebelumnya, JPU menuntut Direktur PT. JMP kurungan penjara 16 tahun 6 bulan.

Baca juga: Begini Langkah Kementerian Perumahan untuk Sukseskan Program 3 Juta Rumah 

Selain itu jaksa juga menuntut terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp54.496.520.851,00.

Jika tidak uang itu tidak segera dibayar paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh ketentuan hukum tetap, harta bendanya disita.

Lantaran harta tidak mencukupi, maka diganti pidana penjara selama delapan tahun dan tiga bulan. 

Uraian perkara

Dikutip dari sipp.pn-manokwari.go.id terhadap perkara Nomor 22/Pid.Sus-TPK/2025/PN Mnk, terdakwa Arlinda pada kurun waktu 2016-2017 bersama-sama Harynto selaku kepala kantor atau komite kredit atau pemutus kredit pada PT. BPD Papua Cabang Pembantu Kumurkek, mengajukan permohonan kredit para debitur yang tidak layak.

PT. Jaya Molek Perkasa tercatat sebagai developer atas delapan perumahan yang berlokasi di Kota Sorong dan Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.

Baca juga: Hati-hati Kredit Rumah, Jangan Tergiur DP dan Bunga Rendah, Ini Tips dari APERNAS Papua Barat Daya

Arlinda meminta saksi Harynto agar mempermudah proses pemberian kredit kepada para calon debitur yang akan membeli rumah pada PT. Jaya Molek Perkasa. 

Atas hal tersebut, Harynto memerintahkan bawahannya agar tidak melaksanakan proses pemberian kredit yang benar sesuai ketentuan, dimulai dari proses analisa sampai persetujuan kredit.

Sebelum menerbitkan KPR Sejahtera, bank wajib memverifikasi atas permohonan KPRS Sejahtera guna memastikan kelayakan kelompok sasaran.

Proses itu melalui pengecekan kelengkapan dokumen persyaratan secara formal, wawancara calon debitur, serta pengecekan fisik bangunan rumah kelompok sasaran.

Tujuan memastikan ketepatan sasaran program KPR Sejahtera, namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dilakukan oleh PT. BPD Papua KCP Kumurkek.

Berdasarkan fakta penyidikan, hal ini terjadi atas permintaan Arlinda melalui sekretaris yang kemudian menyampaikan kepada saksi Harynto.

Sekretaris ini meminta agar dokumen permohonan KPRS FLPP segera proses akad kredit.

Baca juga: Nelayan Sorong Dapat Bantuan Peralatan Tangkap, Wirausaha Perikanan Pun Dapat Kemudahan Kredit

Atas permintaan tersebut sebagian besar permohonan dipenuhi di bawah tangan tanpa melibatkan notaris bertempat di Kantor PT. Jaya Molek Perkasa, alam rentang waktu satu hari sejak penyerahan dokumen permohonan kredit.

Oleh karena itu, analis kredit tidak melaksanakan tahapan proses verifikasi dan analisa kredit yang benar.

Selain itu, didapatkan fakta jika Analis Kredit telah memalsukan dokumen analisa nilai wajar agunan.

Ini karena semua permohonan kredit dilengkapi perhitungan analisa nilai wajar agunan, padahal kondisi rumah belum ada/belum selesai 100 persen, belum layak huni, namun dengan sengaja tetap menyetujui permohonan kredit yang diajukan para debitur.

Baca juga: Syarat dan Ketentuan Pengajuan Kredit KPR BTN Bersubsidi, Simak Penjabaran Berikut Ini

Dari fakta tersebut, keduanya secara sadar dan sengaja tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian, tidak menerapkan manajemen resiko yang ketat dan tidak memverifikasi kelayakan calon debitur, sehingga PT. BPD Papua mencairkan kredit kepada 394.

Pihak bank tidak melaksanakan tahap supervisi, memalsukan hasil supervisi, tidak memverifikasi sasaran KPR, serta memalsukan analisa nilai wajar agunan.

Selain itu tidak melaksanakan tahapan pemberian kredit, yakni tanpa rapat komite kredit dan penandatanganan perjanjian kredit setelah pencairan.

Sebagai imbalannya, terdakwa memberikan sejumlah uang, barang dan fasilitas Harynto.

Atas perbuatan itu, keduanya dikenakan pidana Pasal  2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor  20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor  31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (tribunsorong.com/safwan ashari

Sumber: TribunSorong
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved